Jodoh Yang Tertunda ditulis oleh Jayadiningrat


Hidup di Jakarta membuat Rita tidak mudah membesarkan buah hatinya. Semenjak suaminya meninggal karena kecelakaan, ia harus kerja keras demi mendapatkan rupiah untuk menyambung hidup bersama putra semata wayang dan bisa membayar kontrakan tiap bulan.


Rita tak berani pulang ke kampung halamannya di Sragen karena tak ingin menjadi beban orang tua. Kehidupan orang tuanya di kampung pun sudah sulit, ia tak ingin menambah beban mereka.


Reza, anak laki-laki yang baru berusia dua tahun adalah harta yang paling berharga. Anak itu menjadi sumber kebahagiaan setelah suami yang dicintai pergi untuk selama-lamanya.


Rita rela bekerja keras, salah satunya menjadi seorang buruh cuci pakaian agar bisa membeli susu untuk perkembangan putranya. Selepas Rita menyapih Reza dari ASI, ia tetap berusaha memberikan susu untuknya. Hanya sebagai buruh cuci pakaian yang dapat ia lakukan karena bisa dikerjakan sambil memantau anaknya.


Wanita yang memiliki lesung pipi itu tak ingin menitipkan Reza pada tetangga saat bekerja karena sebagai seorang ibu ia selalu merasa khawatir jika putranya diasuh oleh orang lain. Terlebih dengan adanya pemberitaan tentang penculikan anak membuat Rita bergidik jika harus meninggalkan anak semata wayang saat bekerja.


Rita selalu membawa Reza kemana pun ia bekerja. Walau ada salah seorang tetangga yang merasa iba dan menawarkan diri untuk menjaga Reza, tetapi wanita itu tetap dengan pendiriannya. Ia tak ingin merepotkan dan menjadi beban bagi orang lain.


Pagi ini Rita harus mengantarkan pakaian bersih pada pemiliknya karena Bi Sri yang biasa mengambil memberitahukan bahwa ia sedang menemani anaknya di rumah sakit. Di perjalanan tanpa sengaja ia bertemu dengan seorang lelaki yang dulu pernah dekat dengannya.


"Rita, bener kan kamu Rita?" tanya seorang pria yang sedang lari pagi terlihat lengkap dengan setelan kaus dan sepatu olahraga yang ia kenakan. Tampak gagah.


Rita mengerutkan kening seraya mengingat kembali siapa pria yang ada di depannya.


"Kamu ... Mas Ardi?"


"Betul. Jadi Mas nggak salah lagi kamu bener Rita?" Ardi tersenyum lebar.


"Iya, aku Rita." Rita membalas senyuman Ardi.


Ardi mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Rita menyambut uluran tangannya.


"Apa kabar? Dia anakmu?" Ardi menunjuk Reza yang berada di gendongan Rita.


"Baik. Iya dia anakku. Mas sendiri apa kabar?"


"Aku baik juga. Lama ya kita nggak jumpa." Mata Ardi tampak berbinar. Ia merasa bahagia bisa bertemu kembali dengan wanita yang pernah singgah di hatinya.


"Iya. Mas tinggal di sini juga sekarang?"


"Ya. Setelah peristiwa waktu itu Mas mencari kesibukan sendiri. Mengirim beberapa lamaran pekerjaan akhirnya diterima di perusahan di kota ini."


"Oh." Rita tersenyum kecut karena ia sadar peristiwa itu ada sangkut paut dengan dirinya.


"Kamu mau kemana?" tanya Ardi.


"Aku mau mengantarkan pakaian ini. Aku jadi buruh cuci." Rita menelan ludah seraya mengangkat pakaian di keranjang yang ia jinjing.


Terlihat raut kesedihan dari wajah Ardi. Ia tak menyangka perempuan yang dulu ia cintai harus bekerja keras seperti itu.


Dulu ia pernah meminta Rita untuk menikah dengannya, tetapi Rita lebih memilih lelaki yang dijodohkan oleh orang tua. Ardi merasa terpukul atas keputusan wanita yang dicintai itu hingga ia mencari kerja di ibu kota agar bisa melupakannya. Namun, takdir mempertemukan mereka kembali. Ia yakin benar perempuan di hadapannya kini sebenarnya masih menyimpan rasa. Terlihat dari binar mata perempuan itu saat menatap.


"Kamu jadi buruh cuci? Suamimu masih kerja 'kan?" tanya Ardi heran padahal setahunya suami Rita adalah seorang pegawai.


"Suamiku meninggal karena kecelakaan, sudah satu tahun yang lalu," ucap Rita lirih menahan air mata karena diingatkan kembali tentang suaminya.


Awal pernikahan dengan suaminya, Rita belum merasakan ada getar cinta. Dulu, ia terpaksa menikah karena perjodohan. Selang dua tahun pernikahan dan lahir buah hati mereka, Rita mulai mencintai suaminya.


Saat usia Reza beranjak satu tahun, Rita benar-benar mencintai dan menyayangi lelaki pilihan orang tua sepenuh jiwa. Namun, takdir berkata lain, Allah lebih menyayangi lelaki yang ia cintai sehingga kecelakaan itu merenggut nyawa ayah kandung Reza. Rita merasa terpukul saat itu. Ia menyesal tidak mencintai suaminya sejak pertama menikah.


"Maaf. Aku nggak bermaksud--"


"Enggak apa-apa kok, Mas nggak perlu merasa enggak enak gitu."


"Terima kasih."


Rita mengangguk. "Aku pergi dulu ya mau mengantarkan baju ini."


"Sini aku bantu. Kamu sepertinya kerepotan."


Ardi hendak meraih keranjang baju di tangan Rita, tetapi Rita menolaknya.


"Enggak usah, nanti Mas repot."


"Sudah nggak apa-apa. Aku bantu."


Ardi tetap memaksa untuk membantu Rita mengantarkan baju. Mereka berjalan bersisian. Sesekali Reza bersikap rewel dan terus menggapai tubuh Ardi seperti ingin digendong olehnya. Reza merasa rindu pada sosok ayah.


"A-a-a ... yah." gumaman Reza pada Ardi


"Sepertinya anakmu ingin aku gendong. Sini berikan padaku!"


Ardi meraih Reza dari gendongan Rita. Seketika Reza terdiam. Reza terus tertawa sambil mengusap wajah dan mencubit hidung Ardi.


"Maaf ya, Mas. Anakku biasanya nggak begitu."


"Enggak apa-apa lagipula aku suka anak kecil."


Rita merasa kagum pada sosok Ardi yang dulu sempat ditolak olehnya. Ia merasa bersalah pada Ardi, tetapi itu sudah masa lalu yang ingin ia lupakan.


"Kita sudah sampai, Mas. Makasih ya sudah bantu aku." Rita mengambil kembali Reza ke gendongannya.


"Lho, ini kan rumah Mas. Jadi baju-baju yang sering aku titipkan agar di-laundry pada Bi Sri kamu yang mencucinya?"


"Apa? Iya aku menerima cucian kotor dari Bi Sri. Aku yang minta padanya. Kebetulan tadi Bi Sri nggak sempat ke rumah untuk mengambil baju bersih, jadi aku antarkan sendiri."


"Ya Allah, aku nggak nyangka bisa kebetulan gini." Ardi terkekeh.


"Memangnya istri Mas ke mana? Kok lebih milih laundry baju?" tanya Rita ragu.


"Mas belum menikah." Ardi berkata jujur lalu tersenyum kecut.


"Oh, maaf."


"Enggak perlu minta maaf. Memang Mas belum mendapatkan jodoh aja," ucap Ardi lalu terkekeh.


"Semoga nggak lama lagi dapet jodoh ya."


"Aamiin. Semoga setelah kita bertemu lagi ada jodoh buat Mas. Jodoh yang dulu sempat tertunda," ucap Ardi yang tak lepas menatap Rita.


Rita merasa salah tingkah mendengar ucapan Ardi. Ia pamit pulang tak ingin berlama-lama bertemu lelaki yang dulu pernah mengisi hatinya dan mengenang kembali kisah yang telah lalu.


Semenjak Ardi berjumpa kembali dengan Rita, ia selalu mencari kesempatan untuk bertemu kembali. Bahkan ia rela mengantarkan cucian kotor hanya demi bertemu dengan wanita yang masih dicintainya itu.


Ardi pun sudah merasa dekat dengan Reza. Ia merasa bahwa Ardi adalah ayahnya. Reza akan terus rewel pada Rita jika belum bertemu dengan Ardi.


Ardi yang pada dasarnya suka anak kecil, ia merasa sangat senang saat ternyata anak Rita pun menyukainya. Lelaki itu merasa ada jalan untuk bisa memiliki Rita kembali.


Ardi sudah memantapkan hati...


Rita tetap mengajak Reza untuk mengantarkan baju ke rumah Ardi. Wanita itu merasa gugup saat akan bertemu kembali dengan lelaki yang dulu pernah ia cintai. Sedari tadi jantungnya terus berdebar. Ia merasa heran dengan tingkahnya sendiri.


Tiba di rumah Ardi, Rita disambut oleh Bi Sri.


"Assalamualaikum, Bi Sri."


"Waalaikumsalam. Kok repot-repot diantar ke sini. Baru aja Bibi mau ke sana."


"Enggak apa-apa, Bi. Kebetulan mau sekalian ke warung besar di ujung jalan sana. Mau belanja bulanan, biasa Bi biar nggak bolak-balik."


"Oh begitu. Ya sudah terima kasih ya bajunya sudah diantarkan."


"Iya, Bi. Sama-sama. Aku pamit dulu ya, Bi. Assalamualaikum."


"Waalaikumsalam. Hati-hati ya, Nduk!"


Rita menganggukkan kepala dan tersenyum pada Bi Sri. Dia sudah menganggap Bi Sri seperti ibunya sendiri. Di kota ini Bi Sri sangat perhatian padanya. Terkadang Bi Sri melebihkan upah mencuci untuknya dan membelikan susu untuk Reza.


Saat Rita hendak melewati pintu pagar, ada seseorang yang menghalanginya.


"Rita, tunggu. Ada yang ingin Mas bicarakan."


Rita menoleh pada sumber suara, ternyata Ardi.


"Eh, Mas ada di rumah?"


"Ya, Mas sengaja menunggumu. Ikut aku sebentar saja."


Rita menganggukkan kepala lalu mengikuti langkah Ardi.


"Duduklah!"


Rita menuruti perintah Ardi. Ia duduk di sebuah kursi yang berada di sisi taman. Ardi mengajaknya di taman samping rumah. Di sana terdapat berbagai macam tanaman yang sangat terawat. Rupanya Ardi sangat menyukai berbagai jenis tanaman bonsai dan tanaman buah dalam pot. Ada pohon kelengkeng yang sedang berbuah lebat walau ditanam di dalam pot. Di sampingnya terdapat kolam ikan yang sangat menarik dengan pancuran air di tengah-tengah kolam. Pinggiran kolam terdapat berbagai macam tanaman bonsai. Tempat yang sangat nyaman.


"Ehm."


Ardi mengejutkan Rita. Dari tadi Rita lebih memperhatikan sekeliling taman yang begitu bersih dan terawat.


"Iya, apa Mas?"


"Mungkin bagi kamu ini terlalu cepat, tetapi enggak bagi Mas. Mas telah lama menunggu moment ini." Ardi menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. "Aku ingin melamarmu untuk menjadi istriku."


"Apa, Mas?" Rita tampak terkejut dengan pengakuan Ardi yang tiba-tiba.


"Hiduplah denganku melanjutkan kisah cinta kita yang sempat tertunda!"


"Aku hanya seorang janda, Mas. Janda beranak satu," ucap Rita lirih.


"Ya, aku tahu. Hiduplah denganku! Walau kamu janda beranak satu, aku tak peduli. Aku mencintaimu. Rasa cinta ini masih sama seperti dahulu."


Rita menelan ludah dan ia menitikkan air mata. Ia merasa sangat bahagia ternyata Ardi masih mencintainya. Namun, di satu sisi ia merasa sedih karena tak ingin mengkhianati cinta suaminya yang telah meninggal.


"Aku tahu kamu pasti berat. Kamu tak ingin mengkhianati suamimu yang telah meninggal, tapi kamu dan Reza berhak bahagia dan melanjutkan kehidupan dengan lebih baik."


Rita semakin terisak mendapatkan kenyataan Ardi mengetahui apa yang ia rasakan. Reza merasa heran dan ia pun ikut menangis.


"Bagaimana, maukah kamu menikah denganku?"


Rita menganggukkan kepala.


"Aku butuh suaramu langsung."


"Ya, aku bersedia hidup denganmu Mas walau aku hanya seorang janda beranak satu dan buruh cuci baju. Semoga Mas enggak menyesal memilihku."


"Alhamdulillah." Ardi mengusap muka. "Nanti setelah kita menikah, kamu enggak akan lagi jadi buruh cuci baju orang lain. Aku tak ingin kamu kelelahan."


Rita tersenyum dan mengangguk. Ia merasa sangat bahagia memiliki calon suami yang begitu baik dan perhatian padanya.


Ardi mengangkat Reza dan menciuminya. "Mulai sekarang Dek Reza panggil Om dengan sebutan ayah. Coba panggil aa-yah!"


Reza mengikuti ucapan Ardi. Rita tertawa melihat tingkah Reza dan Ardi.


Mereka akan menjadi keluarga seutuhnya.


Saat cinta dipegang utuh tanpa berusaha menodai kesuciannya, maka cinta sejati akan dipertemukan kembali. Menangislah dalam doamu untuk segera menemukannya. Hiks.


Kang Jay


Post Sebelumnya     
     Next post
     Blog Home

Dinding Komentar

Belum ada komentar
You need to sign in to comment
advertisement
Password protected photo
Password protected photo
Password protected photo