Memiliki Sasaran Hidup ditulis oleh Jayadiningrat

Mudah saja bagi kita untuk melewatkan satu hari, terutama hari yang sibuk, dan di penghujung hari itu, kita bertanya pada diri sendiri, “Kok tahu-tahu sudah sore? Apa saja yang sudah kulakukan?” Dan sejujurnya, kita tidak dapat mengingat apa saja yang sudah kita selesaikan.

Keesokan harinya, hal yang sama terjadi lagi. Dan tanpa kita sadari, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun berlalu. Namun kita masih saja bertanya-tanya ke mana terbangnya waktu dan apa yang sudah kita hasilkan selama itu. Sementara itu target-target yang sudah kita tetapkan, daftar pekerjaan yang ingin kita lakukan, masih ada di sana. Belum kelar dan belum tercapai.

Kita ingin berjalan-jalan keliling dunia. Kita ingin pensiun dini. Kita ingin menjadi seniman. Ingin punya rumah di pedesaan. Ingin menjadi petani dan menanam tanaman pangan sendiri. Ingin tidur sepuluh jam sehari. Ingin punya pekerjaan yang diimpikan.

Entah bagaimana, tak satu pun dari semua itu terlaksana. Bahkan, di antara mengejar karier, menjalin hubungan, membina keluarga, dan menikmati hidup, kita merasa bingung dan bertanya-tanya bagaimana kita bisa sampai di situ. Padahal bukan itu yang kita inginkan dalam hidup kita. Paling tidak, bukan seperti yang kita bayangkan sewaktu masih kanak-kanak.

Bagaimanapun, berbagai sasaran kita itu tampaknya menjadi tidak realistis seiring dengan bertambahnya usia kita. dan kita lalu berusaha menerima saja apa pun yang disodorkan kehidupan kepada kita. Tak lama kemudian, kita menganggap memang begitulah seharusnya hidup yang normal itu. Hidup yang penuh petualangan dan bebas lepas hanyalah untuk para pemimpi dan mereka yang tak punya taruhan apa pun dalam hidup ini, atau tak punya ikatan apa pun dengan kenyataan hidup duniawi sehari-hari.




Kita mungkin menyesal atau bahkan memandang orang-orang itu dengan perasaan iri. Namun, jauh di dalam hati kita tahu bahwa karena pilihan kita sendirilah maka kita sampai di tempat kita sekarang dan menjalani hidup yang kita jalani ini.

Tetapi bahkan kalaupun kita tidak bisa atau tidak berani melakukan perubahan dramatis dalam hidup kita agar dapat mengejar dorongan hati dan keinginan kita, seperti meninggalkan pekerjaan, bertualang dan pergi ke mana pun kaki membawa, kita masih dapat mengambil langkah-langkah untuk memastikan agar kita tidak tersesat terlampau jauh dari impian masa kecil yang kita pendam di dalam dada.

Dengan begitu kita tak lagi bertanya-tanya ke mana perginya waktu atau apa saja yang telah kita capai.

Alih-alih ingin jadi orang penting atau mencapai berbagai hal yang hebat, impian saya sejak kecil hanyalah hal-hal kecil dengan tujuan yang jelas dan jadwal yang pasti. Di antara tujuan dan keinginan, saya mencoba menempatkan diri dalam situasi yang membawa saya ke jalur menuju sasaran itu.


Misalnya, saya bermimpi bisa tinggal di pedesaan Jogja. Saya suka Jogja, aroma dan suasana saat berada di sana, bukan sebagai turis tetapi sebagai seseorang yang merasa betah tinggal di sana. Dan saya ingin itu segera menjadi kenyataan. Bukan suatu hari kelak dalam hidup saya ketika saya sudah menjalani hidup yang membosankan.

Akhirnya saya memberanikan diri ke bigbos untuk minta penempatan di cabang Jogja, karena tujuan saya adalah menjalani hidup sebagai warga Jogja, saya tidak menghabiskan waktu dengan ngantor saja, tetapi dengan bergaul di warung-warung sego bercengkerama dengan tukang becak dan kuli, menyusuri pematang sawah pingiran sungai, menapaki jalan-jalan sempit namun mulus di Jogja berbekal nasi kucing, menyusuri gunung dan pantai Jogja yang eksotis.




Saya merasa selama masa tinggal di Jogja itu terasa sebagai salah satu tahun paling menyenangkan dalam hidup saya. Dan saya tahu pasti di mana saja momen-momen itu.

Saya juga tidak bermimpi untuk memiliki berbagai benda, menjadi orang penting atau sukses dalam karier atau apa pun, tujuan saya terutama adalah menghimpun pengalaman dan melakukan berbagai hal yang membuat saya tertarik ketika itu.

Seperti tukang jalan-jalan hemat yang kebetulan saya bekerja sebagai tour guide, yang bisa membuat saya ke berbagai tempat, dengan budget kantor atau budget sendiri yang disesuaikan dengan kemampuan saya saat itu. Atau keinginan untuk mengkoleksi souvenir2 dari setiap kota atau negara yang saya kunjungi, yang membuat saya mulai menjadi penggila pernak-pernik itu.

Adakalanya berbagai dorongan impusif menjauhkan kita dari tempat kita semula, namun karena sasaran kita adalah selalu melihat ke depan, ke proyek berikutnya, ke minat berikutnya, dan ke kesempatan berikutnya yang tertangkap mata, maka kita akan jarang menyesali yang telah lewat. Sejauh ini saya pun sangat senang bisa terus melanjutkan hidup dan melepaskan masa lalu tanpa banyak penyesalan dan rasa kehilangan. Malah saya merasa percaya diri bahwa apa pun yang ada di depan akan lebih baik dan lebih menarik lagi.

Karena sasaran kita akan selalu ada di depan kita, bukan pada masa lalu. Dan sasaran itu adalah target-target yang perlu kita capai dengan melaksanakannya secara nyata, bila kita memang ingin menjalani hidup yang membahagiakan. Sasaran itu mestinya tidak hanya menjadi pemikiran penuh harapan yang samar-samar, sebuah MUSIK LATAR dalam kehidupan kita, sementara kita sibuk melakukan sesuatu yang lain yang SAMA SEKALI berbeda.


Dengan demikian, di mana pun kita kini berada dan pada usia berapa pun, kita akan tahu pasti apa yang telah kita lakukan dan capai, dan hidup ini akan menjadi penuh warna, pengalaman, dan berbagai hal yang dicapai tanpa rasa bersalah atau PENYESALAN.

Kang Jay


Post Sebelumnya     
     Next post
     Blog Home

Dinding Komentar

Belum ada komentar
You need to sign in to comment
advertisement
Password protected photo
Password protected photo
Password protected photo