BLOG TULISAN Jayadiningrat


Mencari jodoh atau pasangan hidup, sebenarnya bagi laki-laki itu mudah, tinggal tunjuk jari saja untuk dapatkan jodoh. Tidak seribet wanita. Tinggal penuhi syaratnya, melamar, lalu menikah.


Syaratnya cuma 1 yaitu kemapanan. Ha ha ha ini yang bikin tidak mudah. Eehh.


Yah secara umum kemapanan dibagi menjadi tiga :

1. Mapan Mental : Dewasa, berilmu, jujur dan bertanggung jawab.

2. Mapan Spiritual : Beriman, rajin ibadah, banyak beramal kebajikan..

3. Mapan Lahiriah : Punya pekerjaan atau penghasilan, rajin bekerja, jikapun tampang pas-pasan tidak masalah yang penting sehat, rapi, bersih, wangi. Dan jangan lupakan yaitu Perkasa.


Mapan lahiriyah, biasanya sih lebih berfokus pada punya penghasilan tetap, sudah punya kendaraan, minimal motor. Syukur-syukur sudah punya cicilan KPR rumah, bagusnya lagi sudah punya rumah sendiri.


Jika modal dasar kemapanan itu sudah terpenuhi pada diri seorang laki-laki, maka tidak perlu susah hati buat segera menikah.


Namun jika syarat di atas belum terpenuhi, harap bersabar, kalau perlu rajin puasa sunnah, penuhi dulu syaratnya, usaha yang gigih, hingga terpenuhi syarat di atas. Insya Allah kita bisa. Setidaknya sudah punya tabungan untuk acara pernikahan walau sederhana, ini dalam artian si wanita bersedia mulai dari NOL, yah kalau usia kita dibawah 30 tahun masih mungkin sih, dalam artian mungkin sang wanita melihat prospek masa depan kita atau sang wanita sudah suayang banget atau sang wanita sudah kepepet ha ha ha..


Setelah syarat terpenuhi atau dimiliki, maka meskipun kita pria kuper, alias tidak memiliki bakat melakukan pendekatan pada wanita, atau minder karena punya wajah pas-pasan, maka kita tidak perlu khawatir, ikuti tahapannya.


Empat tahapan yang bisa dilakukan oleh pria dalam mendapatkan pasangan halal, sebagai berikut :


1. Gerilya dulu mencari wanita sholehah, baik, berakhlak, dan sebagainya sesuai kriteria kita. Terserahlah menurut selera kita saja, wanita seperti apa yang disuka, bahkan jika ingin yang cantik silahkan saja. Kalau sudah melihat, menemukan, entah itu di jalan, di pasar, di tempat kondangan, di AN, facebook, sosmed atau di seberang jalan depan rumah, tinggal tunjuk saja orangnya, kunci pilihan kita ke dia yang dituju.


2. Setelah menemukan wanita yang layak dijadikan istri maka langkah berikutnya adalah melakukan pendekatan. Kirim pesan kalau di AN. Atau kalau lihat di jalan, coba cari dimana biasa dia singgah atau rumahnya, kenali keluarga atau saudaranya, dan dapatkan nomer teleponnya, tidak usah telepon namun bisa kirim WA dulu, ajak ketemuan. Jika masih tidak memiliki keberanian, langsung ke tahap selanjutnya yaitu melamarnya, namun ini biasanya sih dikampung, dalam artian kita sudah tahu rumahnya bahkan sudah kenal keluarganya.


3. Tahap berikutnya setelah rada akrab atau mau langsung tabrak, yaitu melamar wanita yang kita suka, dengan mendatangi orang tuanya. Jika tidak berani, minta bantuan sama orang tua kita, kakak, atau saudara dekat, bahkan tokoh masyarakat atau pak Lurah untuk datang ke rumah orang tua wanita tersebut, melamar anaknya buat kita.


Untuk laki-laki yang sedikit kuper ada dua tahap ketakutan saat berhubungan dengan wanita;

a. Saat mau menyatakan cinta, takut ditolak.

b. Saat melamar pada orang tuanya, takut tidak diterima.


Saya teringat sepupu saya. Btw, kok banyak cerita tentang sepupu sih? Maklum ya pemirsah, ibu saya 12 bersaudara dan ayah saya 8 bersaudara. Lanjut cerita, jadi sepupu saya ini lebih tua dari saya 6 tahun, anaknya memang rada kuper tapi giat bekerja. Sejak STM dia menyukai gadis tetangga kampung. Kemudian setelah dia bekerja di Jakarta sebagai karyawan pabrik elektronika maka dia mulai pede dengan penghasilannya dan sudah mampu ngontrak rumah petak di Jakarta. Saat Lebaran, diungkapkanlah ke ayahnya bahwa ia suka gadis itu dan ingin menikah dengannya. Menanggapi keinginan anaknya, sang ayah berembuk dengan pak Lurah yang masih saudara. Dua hari kemudian, sepupu saya, ayahnya dan pak Lurah mendatangi rumah orang tua si gadis. Shocklah si gadis sampai menangis, secara, tidak ada kabar eee mendadak dilamar. Maklum sepupu saya tipe cinta dalam diam. Maka sang ayah si gadis menyerahkan segala keputusan ke anaknya. Saya kenal gadis itu karena masih satu kampung, adiknya teman satu kelas saya di SD, terus terang saya rada sangsi si gadis menerima lamaran itu, si gadis punya wajah lumayan cantik semampai sehingga saya pikir dia sudah ada pacar atau calon. Sehari, dua hari, tiga hari tidak ada kabar, namun dihari kelima sebelum sepupu saya balik ke Jakarta, si gadis mengiyakan. Maka menikahlah dan mereka tinggal di Jakarta. Walau saat ini di Jakarta masih ngontrak, namun dikampungnya sudah punya rumah sendiri lunas. Mobil Agya selalu menemani mereka pulang kampung.


4. Oiya kembali lagi ke tahapan berikutnya, yaitu perkenalan atau tanpa perkenalan tapi langsung menentukan hari pernikahan. Jika orang tua sang wanita menyerahkan keputusan pada anaknya, dan anak perempuannya mengajukan syarat untuk mengenal kita lebih dahulu, ya kenapa tidak untuk perkenalan [ta'aruf] dulu, ngobrol dulu, jangan sering-sering, cukup lah 2-3 x pertemuan. Setelah sudah saling mengenal, merasa saling cocok dan deal, maka segera tentukan hari pernikahan. Get Married!


NAMUN jika setelah pertemuan itu si wanita tidak menerima alias menolak lamaran kita dengan berbagai alasan, maka ikhlaskan saja, tentu dia punya alasan sangat kuat untuk menolak kita. Ingatlah bahwa bagi wanita baik biasanya punya dasar keyakinan bahwa jika ada yang melamar maka jangan langsung ditolak, dipikir masak-masak, karena jika ditolak langsung maka sama saja dengan menolak jodoh yang Allah sajikan. Wanita dan orang tuanya pasti hati-hati sekali.


Namun jika kita ditolak dengan baik-baik, ya sudah kita terima dengan lapang dada, ingatlah wanita didunia ini masih banyak, cinta memang penting namun kita sebagai pria harus rasional dan realistis, yah lupakan si dia dan kita cari lagi yang lain. Karena laki-laki itu kodratnya mencari, memilih, dan melamar. Sama seperti waktu kita melamar pekerjaan, kalau ditolak, ya cari kerja tempat lain lagi, jangan putus asa, karena putus asa itu tidak baik dan itu bukan sifat Laki Tulen.


Semoga langkah-langkah diatas bisa mempermudah kita pria dalam pencarian jodoh.


Pada umumnya, masalah yang ada pada diri pria saat mencari jodoh adalah ketidaksiapan di diri pria itu sendiri, yaitu belum memenuhi syarat kemapanan, bukan sulitnya mencari wanita yang mau dinikahi.


Yah istilahnya kita nikah sih mau banget, tapi oh tapi modal ga punya ha ha. Modal dulu penuhi, yah setidaknya biaya acara nikah lah, baru usaha mencari pasangan hidup. Kita sebagai pria harus maklum bahwa kemapanan jadi poin utama seorang pria disukai oleh umumnya wanita. Jangan pernah bilang wanita matre jika kita sendiri tidak punya modal apa-apa. Wanita juga bingung, bolak-balik lihat kita dari segala sisi, tampan kagak, perhatian juga kagak, maka jangan kaget jika sampai dibilang mokondo.


Akhirnya jika kita pria sudah menemukan wanita calon pasangan hidup yang pas, yah yang sesuai dengan yang kita inginkan. Maka pesta pernikahan tidak perlu harus yang mewah dan meriah, sesuaikanlah dengan budget kita, yang penting khidmat, penuh keceriaan, kekeluargaan, dan kebahagiaan dari kedua mempelai.


Jikapun punya modal buat biaya pernikahan yang meriah dan mewah, mending disaving untuk tahap selanjutnya seperti punya rumah, punya anak dll.


Saya ada tips ketahanan ekonomi keluarga, yaitu tabungan minimal 2x gaji atau penghasilan kita. Pastikan ada minimal 2x ditabungan atau ujud barang berharga seperti emas, pengalaman saya sih jadi aman jaya dan punya efek jadi lebih hemat. Mungkin setan suka menggoda rumah tangga kita saat tongpes terutama istri, bahkan sampai bertengkar hebat, tapi saat punya tabungan ini maka saya perhatikan godaan ada tapi sedikit. Dua kali ini juga saya pikir lumayan jika kita sampai kena cut gaji atau bahkan PHK, seperti di zaman Covid ini. Saya lihat teman yang tanpa persiapan ini, ampe jual-jualin isi rumah, over kredit mobil dll. Dua kali ini memang sedikit, tapi jika hemat bisa buat empat bulan nafkah.


Sebelum melamar anak orang, ayo kita mulai mengumpulkan modal kemapanan terutama finansial. Mulai bekerja, jangan malas-malasan, jangan malu punya usaha kecil atau pekerjaan biasa, jika dirintis dengan kemauan keras insya Allah akan menghasilkan kemapanan. Namun jika ada wanita baik yang tidak mensyaratkan kemapanan finansial alias mau mulai dari NOL, berarti anda pria beruntung ha ha ha. Selamat berjuang kaumku.


Kang Jay.


Siti Aminah dan Muhammad Imam menikah dengan hanya modal Rp 5 Juta. Dua tahun lalu sempat viral dan mereka diundang ke beberapa stasiun TV.

Foto Siti dan Imam:


Lalu bagaimana mereka bisa mengatur uang Rp 5 Juta tersebut?


"Jadi kami enggak bikin undangan, hanya nikah sederhana aja. Yang datang cuma kedua keluarga kami, dan tetangga dekat rumah karena kami nikahnya di mushola depan rumah," kata Siti


Pernikahanya dihadiri sekitar 50 orang yang merupakan keluarga dan tetangga dekat.


Siti dan Imam menikah di Desa Tanalum, Purbalingga, Jawa Tengah.


Rincian biaya pernikahan pasangan ini adalah sebagai berikut:


1. Biaya penghulu Rp 600.000

2. Baju pengantin, make up, dan dokumentasi foto Rp 1.000.000

3. Konsumsi pernikahan (masak sendiri) Rp 900.000

4. Mahar Rp 250.000

5. Seserahan (baju gamis) Rp 200.000

6. Perhiasan Rp 1.750.000


Setelah acara akad nikah selesai, pasangan ini membagikan makanan kepada tetangga sebagai pemberitahuan bahwa mereka sudah menikah.


"Setelah selesai akad nikah, baru kami bagi-bagi nasi ke tetangga, menyampaikan bahwa kami sudah menikah," ujar Siti.


Ada juga kisah lain yaitu pernikahan Satrio dan Karin di Purwokerto, yang menghabiskan biaya Rp 5,5 juta. Dengan rincian: makeup dan pakaian Rp 1,6 juta, cincin perak Rp 700 ribu, penghulu dan seserahan Rp 1,4 juta, foto dan video akad hanya soft file Rp 800 ribu, biaya konsumsi dan lain-lain Rp 1 juta.

Foto Satrio dan Karin:


Akad dilangsungkan di masjid dekat rumah, kemudian setelah selesai pindah ke rumahnya, tanpa panggung dan pelaminan.


"Oiya, pas sehabis akad. Kita sengaja nggak pakai pelaminan, jadi tamu langsung makan. nggak ada foto stage, karena kita pikir semua orang sudah bawa kamera kan. Saya dan karin menyambut, ngobrol, ngopi, ngemil, tertawa bareng," kata Satrio


Memang menikah merupakan suatu momen yang diharapkan terjadi sekali seumur hidup. Wajar orang berlomba-lomba memberikan kesan istimewa saat pernikahan. Tentunya ini membutuhkan biaya yang besar.


Namun, sebenarnya kita juga tahu ada banyak cara mudah untuk menghemat biaya pernikahan, seperti contoh diatas pernikahan Siti & Imam dan Satrio & Karin. Singkirkan gengsi, biaya yang murah tetap bisa membuat momen pernikahan berkesan. Pesan dari kisah ini menikahlah sesuai kesanggupan. Jangan memaksakan diri hanya karena status sosial dan omongan orang sehingga harus terlilit hutang.


Saya ingat Paman kandung saya melakukan hal yang sama, bedanya akad di kantor KUA dengan Snack kotak. Kemudian pulang dilanjutkan acara kumpul-kumpul sederhana tanpa tenda dirumah istrinya dengan Nasi terik (rendang jawa) berikut capcay dan acar yang sudah dipaket di piring-piring sederhana, tambahannya ada snack dan teh manis, bahkan tidak membagikan Nasi kotak ke tetangga.


Kami keluarga mempelai pria awalnya cukup surprise mengingat kami datang jauh dari Cirebon ke Banyumas, namun melihat kebahagiaan Paman terpancar dari wajahnya maka kami keluarga menjadi cair. Paman saya juga tidak muda lagi, lajang usia 44 tahun meminang gadis 31 tahun. Saat ini sudah dikaruniai tiga anak.


Apalagi yang membahagiakan selain melihat kedua mempelai bahagia mengakhiri masa lajangnya. Plong. Sehingga bukan acara pernikahan yang megah yang diharapkan, namun sahnya akad nikah dan kehidupan rumah tangga setelahnya yang rukun & bahagia sampai maut memisahkan.


Lalu, bagaimana dengan Anda? Tertarik menggelar pernikahan sederhana tanpa pelaminan dan modal minim?.


Bagi Duda dan Janda seperti saya, mungkin tantangan itu hal sepele ha ha, jawabannya tertarik, bahkan malu jika terlalu ramai dan megah, terutama malu ke cucu. Lalu, bagaimana dengan Perjaka dan Gadis? Tertarik?.


Kang Jay



Alkisah, sepupu perempuan saya. Saya akui dia sangat cerdas sekali. Semasa SD SMP SMA selalu rangking-1 dikampung, kemudian dia kuliah, IPK-nya pun cum laude. Pokoknya TOP! Dengan potensi yang luar biasa tersebut, saya dulu memprediksi ia bakal dapat beasiswa S-2, atau paling tidak akan melanjutkan ke jenjang selanjutnya dengan jangka waktu yang tidak akan lama.



Namun jauh sebelum saudara saya mengajukan keinginannya untuk melanjutkan S-2, ibunya sudah mewanti-wanti dia untuk menunda harapannya. Setelah lulus, kerja sebentar, kemudian nikah. Titik. Urusan pendidikan tinggi itu belakangan, begitu nasihat beliau.


Apa daya, hampir 8 tahun setelah lulus dari S-1 yaitu diusia 31 tahun, jodohnya tak kunjung tiba. Selain karena ibunya hanya mempertimbangkan laki-laki yang tinggal di satu kota, bahkan sekitaran kampungnya saja. Profesi tentara, polisi, pegawai bank juga tidak masuk kriteria.


Padahal pria-pria lajang yang tinggal di kampungnya rata-rata hanya tamatan SMA. Kalaupun ada yang belum menikah, itu pun usianya terpaut jauh, empat puluh tahun dan ketika diajaknya mengobrol, jangankan tersambung, mau dihubungkan pun kabelnya sudah ruwet duluan. Kemudian pria-pria itu mundur teratur.


Sudah sering ia dijodohkan ibunya dengan orang didaerahnya, namun sayangnya tidak ada yang memahami dia lagi. Sempat ia bertanya pada saya, "Apa perlu aku pura-pura bodoh dan iya-iya saja Kang dan menerima siapapun yang datang?. Agar mereka tidak mundur teratur."


Di tengah putus asanya, saya mencoba untuk membuatnya sedikit agak tenang, "Teh jodoh itu baiknya sekufu. Kalau memang Teteh belum bisa S-2 demi menuruti keinginan ibu. Pergilah ke luar, cari komunitas. Bisa cari hobi yang lingkungan yang buat Teteh merasa nyaman. Atau ikut seminar! Siapa tahu jumpa orang yang nyambung disana. Kalau Teteh hanya pasrah, menjalani apa yang ibu inginkan. Teteh akan menderita sendiri lho. You are responsible for your own happiness, not your mom."


Dia hanya menarik napas panjang. Saya menambahkan, "Okelah, Teteh bisa aja nikah, hanya untuk menuruti keinginan orangtua. Beban mereka memang hilang ketika Teteh menikah. Tapi siapa yang kemudian menjalani dan merasakan lika-liku kehidupan rumah tangga? Bukan mereka, kan?!. Memang tidak ada salahnya Teteh menurunkan kriteria namun itu benar-benar dari hati nurani Teteh."


Dari kisah ini, saya pun jadi agak mengelus dada kalau kecerdasan perempuan sering diidentikkan menjadi ancaman laki-laki. Bahkan beberapa orangtua sering melarang anaknya untuk sekolah tinggi-tinggi dan merantau karena takut nanti tidak dapat jodoh. Memang kenapa kalau perempuan cerdas? Bukankah ketika perempuan cerdas, ia justru punya potensi untuk melahirkan generasi yang cerdas juga?.


Apa perlu wanita menyembunyikan angka di rapor dan ijazah agar mengamankan insekuritas laki-laki yang merasa takut harga dirinya jatuh hanya karena mendapatkan pasangan yang lebih pintar? Tentu tidak, bukan?


Saya akui, dulu sayapun ada ketakutan dekat dengan wanita pintar. Saya ingat saat STM ada teman wanita satu Lab, saya merasakan dia ingin dekat dengan saya sehingga minta diajari mengoperasikan mesin di Lab. Dalam hati saya mikir bukannya dia lebih pintar dari saya?, berikutnya saya segan ngajari dia dan pada akhirnya kita jaga jarak.


Namun setelah beberapa tahun punya pengalaman hidup diluaran, pemikiran saya pun berubah, alangkah baiknya kecerdasan perempuan itu dihargai. Bukannya berpikir bahwa kepintaran wanita akan membuat laki-laki terlihat inferior.


Adik kandung saya juga cerdas, SD SMP SMA selalu tiga besar dikelasnya, kemudian menikah dengan pria biasa aja. Walau terlihat janggal dari luar dimana adik saya yang terkesan jadi 'otak' keluarga. Namun saya lihat mereka rukun dan bahagia aja, si suami terlihat suka dan manut aja dimanjakan dengan service 'otak' sang istri.


Semoga pria-pria jomblo yang sedang mencari calon istri bisa berpikir ulang tentang wanita yang 'lebih' cerdas. Sedangkan untuk wanita-wanita cerdas, sedikit menurunkan ekspektasi untuk mendapatkan pria cerdas juga, jika ada pria biasa yang ingin melamar maka tidak ada salahkan dipertimbangkan.


Saya selalu ingat wanti-wanti ibu saya untuk adik-adik perempuan saya, dan ini saya teruskan ke anak perempuan saya: "Wanita yang menunggu jodoh itu, ibarat anak sekolah yang sedang menunggu angkot. Kadang, ada angkot yang bagus, tapi isinya penuh. Kadang pula ada angkot yang banyak kursi kosong, tapi agak jelek. Maka segeralah mengambil keputusan memilih angkot yang dirasa pas, dibanding terus berharap ada angkot bagus tapi kosong. Pada akhirnya malah jadi takut telat sampai sekolah, sehingga terburu-buru naik angkot yang seadanya saja."


Kang Jay.





Ramadan kali ini sangat istimewa. Sebab, godaan akan makin mengecil karena sebagian besar orang tetap di rumah disebabkan Covid-19.


Di rumah saja akan membuat mata yang nakal tak jelalatan, yah akan terkurangi godaannya.


Terkhusus yang belum punya pasangan alias jomblo, Ramadan kali ini jelas sangat menguntungkan. Biasanya saat Ramadan yang lalu, kadang ada acara buka puasa bersama. Nah kadang malah jadi kesempatan untuk pamer pasangan. Kan sebenarnya itu ngga banget kan ya? Tapi seperti itulah kenyataannya he he.


Nah, Ramadan kali ini besar kemungkinan tak ada buka puasa bersama. Jomblo pun akan tak terlihat kebingungan mencari pasangan untuk buka puasa bersama. Aman lah kawan.


Jomblo juga lebih khusyuk. Dengan di rumah saja bisa digunakan untuk membaca Al Qur'an, memperdalam ilmu agama, melakukan aktivitas seperti mandi yang bersih, luluran, program pengurusan badan dan olahraga agar pas Covid berakhir tampil cling untuk mencari mangsa eh maksudnya mencari pasangan halal.


Selain itu, ada juga aktivitas yang akhir-akhir ini tak boleh dilewatkan, yakni rebahan, yah jomblo pun ikutan rebahan. Karena itu, di Ramadan kali ini, istilah jomblo bisa diganti dengan Johan alias jomblo rebahan.


Rebahan bisa memberi dampak positif yaitu rebahan membuat kita tak melakukan aktivitas negatif yang merugikan orang lain. Sebab, dengan rebahan maka tidak mencuri, tidak korupsi, tidak mengganggu suami orang atau istri orang ealah jangan ya he he.


Maka, dalam konteks tertentu, rebahan itu sangat bermanfaat. Setidaknya menghindarkan diri dari hal negatif bagi orang lain, dan juga mengistirahatkan badan. Mengistirahatkan badan karena beberapa tahun telah capek beraktivitas.


Setelah Ramadan usai, Lebaran adalah selanjutnya. Saat ini kurang dari 10 hari sudah Lebaran. Kondisi Lebaran kali ini juga kemungkinan akan menguntungkan para jomblo. Jadi kan umumnya saat Lebaran kan pulang kampung dan silaturahmi. Ada silaturahmi antartetangga, antarkeluarga, dan antarkeluarga besar.


Di acara silaturahmi, selain bermaaf2an juga ngobrol santai. Nah, walau santai namun bagi kita suka bikin deg-degan, la kok, ya iya karena biasanya yang ditanya adalah calon istri atau calon suami. Kebayangkan kan horor nya ha ha. Dijawab salah, ga dijawah lebih salah.


Lumayan, lebaran kali ini acara silaturahmi alias kumpul-kumpul itu tak banyak terjadi. Silaturahmi mungkin hanya lewat dunia maya.


Situasi Lebaran nanti tentu akan mengurangi beban bagi kita yang belum punya pasangan. Lumayan, tak akan ditanya di hadapan banyak orang tentang calon istri dan suami.


Ini adalah Ramadan dan Lebaran yang sangat istimewa. Tekanan-tekanan yang memberatkan batin, wabilkhusus bagi jombloawan atau jomblowati akan berkurang karena pembatasan disaat Corona.




Ramadan yang istimewa ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, banyakin berdoa dan beribadah. Siapa tahu bahwa dengan kondisi yang hening ini, kita jadi lebih khusyuk berdoa dan beribadah. Semoga juga dengan khusyuk, maka permohonan kita dikabulkan oleh Allah. Aamiin.
Saya minta istri manis, sholehah, baik hati, penyayang, sederhana, dan gemar menabung. Asyiiikkk.


Membayangkannya saja sudah asyik. Eehmm. Rebahan ah trus lanjut tidur, sapa tahu ketemu di mimpi. Jangan lupa pake baju yang bagus.


Jomblo tak masalah yang penting masih hidup.


Ttd.

Kang Jay



Tembusan: Ketua Perjonus (Persatuan jomblo nusantara)


Jika manusia memiliki kediaman, maka rindu berkediaman di dalam hati.


Jika manusia memiliki tempat favorit, maka tempat favorit bagi rindu adalah pikiran.


Rindu senang berada pada dua tempat tersebut dan dia sering berjalan-jalan dari hati ke pikiran dan dari pikiran ke hati.


Seketika rindu bisa timbul, rindu juga bisa membolak-balikkan hati dan pikiran. Membuat rasa berubah dan menjadikan hati tidak lagi teduh. Pada saat itulah kesedihan mengambil momen dan membuat air mata terjatuh.



Rindu senang berjalan-jalan pada malam hari. Menapak dari pikiran ke hati. Membuat siklus tidur kita yang merindu berubah dan menjadikan dunia kita terbalik. Saat orang-orang di semesta ini tertidur pulas, kita malah tidak pernah puas untuk bermain dalam kerinduan. Begitu aneh, bukan? Kita bermain dalam rindu dan rindu itu berdomisili dalam hati di diri kita sendiri. Sebab itu, yang kita temukan hanya kesedihan dan bayang sesuatu yang kita rindukan, bukan dirinya seutuhnya.


Rindu sangat senang memiliki rumah di hati. Sedang yang membangun rumah tersebut di hati kita adalah jarak, kehilangan, dan kepergian. Maka, saat terjadi jarak pada hubungan, kehilangan, dan kepergian, rumah bagi kerinduan otomatis terbangun.


Kita tidak akan bisa melakukan penolakan, tidak ada kata yang tepat selain pasrah.


Kang Jay


Jika kita melihat orang yang berbahagia dengan pasangannya, maka pada kenyataannya orang yang bahagia itu sudah bahagia sebelum mereka bertemu dengan pasangan mereka yang bahagia juga.


Boleh saya bilang, sulit ada orang lain yang dapat membuat kita bahagia!.


Lalu dari mana kita mendapatkan gagasan bahwa orang lain dapat membuat kita bahagia? Mungkin dari lagu dan film ha ha, karena dalam lagu dan film suka bilang, "Sebelum ada dirimu, aku menderita, namun engkau mengubah segalanya!" Namun, itu hanyalah semacam mitos.


Dalam dunia nyata, orang-orang kebanyakan berkata, ”Sebelum ada dirimu, aku menderita, namun engkau menghancurkan segalanya!”


Orang yang bahagia menarik orang yang bahagia.

Orang yang menderita menarik orang yang menderita.


Ketika kita merasa gembira, pernahkah kita mengatakan kepada diri sendiri, ”Aku harus mencari orang yang sedang sedih?" Tidak! Kita mencari orang lain yang juga bahagia. Apa pun yang kita rasakan itulah yang kita ingin dapatkan.


Agar dikelilingi oleh orang orang yang berpikiran positif, pertama kita harus tersenyum. Jika kita merasa sedih atau depresi, maka diri sendirilah yang dapat mengubah, jangan berharap pada orang lain apalagi mengharapkan pada pasangan yang belum dikenal, entah dimana dan sedang apa ha ha ha.


Ya, jangan mengharapkan kebahagian dari orang lain! Andai orangtuaku, andai saudara-saudaraku, andai pasanganku dulu, andai pacarku, andai teman-temanku. Semua andai-andai itu bullshit !!!


Ayo selangkah demi selangkah, kita membuka diri untuk keluar dari lingkaran kesedihan. Ketika kita mulai melihat sisi yang lebih baik, maka kita kan menarik teman yang bahagia, bahkan menarik calon pasangan halal yang kita idam-idamkan. Bukan pasangan suram yang makin menghancurkan kita ke bagian terdalam dari kesedihan.


Bahagia atau menderita itu hanya permainan sederhana dari mindset atau pikiran kita saja. Salah satu cara paling simpel agar bahagia yaitu coba hitung nikmat dari Allah, hitunglah dengan calculator karena jarimu tidak akan cukup, maka kita akan mulai bersyukur dan mulai menyadari bahwa menjadi bahagia itu amat sangat sederhana dan mudah, semudah kita menarik napas menghirup oksigen yang gratis.


Ayo mulailah kita tersenyum. Wajahmu akan terlihat ceria saat engkau murah senyum. Senyummu akan dibalas oleh senyum orang lain yang sedang bahagia. Percayalah secara tidak langsung itu adalah screening awal untuk memilih pasangan yang bahagia.


Turunkan Ego, berlombalah jadi yang pertama untuk bahagia.


Kang Jay


Pagi itu, anda buka jendela kamar.


Angin bertiup lembut, membawa sehelai daun kering melayang di udara, jatuh di kusen jendela. Aroma pagi menjelajah seisi kamar, wanginya seperti tanah kering yang dibasahi hujan dan pohon-pohon yang dibasahi oleh embun. Matahari terbit lebih cerah, sinarnya menyelusup ke dalam kamar, menyorot tempat tidur yang masih berantakan dan anda yang berbaring lagi di balik selimut. Secangkir kopi susu panas telah menanti, liukan uapnya memanggil.


Ini adalah hari yang baru, tanpa dirinya, tanpa air mata, dan tanpa luka basah.


Beberapa hari terakhir, anda melahap buku motivasi, menelusuri setiap halamannya penuh perasaan. Perlahan, anda menyadari hubungan di masa lalu adalah kesalahan yang tak ingin anda ulangi lagi. Perlahan, anda menerima kesalahan dulu. Perlahan, anda menerima kepergiannya. Perlahan, anda memaafkan diri anda. Perlahan, anda mengubah keinginan; yah keinginan perjalanan cinta anda.


Nggak bakal pacaran lagi. Langsung nikah aja.


Memang, anda belum sepenuhnya pulih dari patah hati, tetapi anda memilih bertahan dan terus melangkah. Seperti, tadi malam, saat anda menelusuri lnstagram dan menemukan fotonya bersama seseorang baru, timbul perih di hati, layaknya cubitan kecil nan tajam, gigitan semut merah, dan tusukan jarum lancip. Namun, ya sudah, rasa sakit itu tak lagi bertahan lama.


Untuk menghibur diri, anda akan mengunjungi akun-akun lain, memandangi foto-foto mesra pasangan yang telah menikah.


Genggaman tangan yang halal, jalan-jalan berdua yang halal, pelukan hangat yang halal, seluruh interaksi yang halal. Di akun-akun itu, anda berimajinasi dan bergumam dalam hati....


Nggak bakal pacaran lagi. Langsung nikah aja.


Saat menulis ini, saya tersenyum. Telah anda lepaskan orang-orang yang tak berhak dipertahankan. Tak lagi anda gantungkan kebahagiaan anda pada cinta-cinta yang tak pasti. Namun, senyum itu tak menetap lama. Sejujurnya, aku agak Khawatir.


Saya khawatir anda masih menganggap cinta adalah sumber utama kebahagiaan.

Saya khawatir anda masih menggantungkan harapan dan masa depan pada cinta, begitu tinggi, seperti dulu.

Saya khawatir pernikahan hanya jadi kamuflase anda untuk merasakan cinta lagi.


Bukan, bukan berarti anda tak boleh menikah.


Itu adalah keinginan yang baik. Saya mengapresiasi itu. Dari cinta yang tak pasti menuju cinta yang lebih pasti. Dari sesuatu yang dilarang menuju sesuatu yang tak dilarang. Bukankah itu sebuah kebaikan? Saya mengapresiasi itu. Sebagai seorang Muslim tentu pernikahan adalah sebuah ibadah, bentuk penyempurnaan separuh agama, satu dari sekian cara agar kita menjadi hamba yang lebih baik.


Ini adalah keinginan yang baik, saya ulangi itu. Namun, yang kurang baik adalah motivasi yang melatarbelakangi keinginan itu.


Apakah anda ingin menikah hanya karena merindukan rasa indahnya mencintai dan dicintai?.


Apakah anda ingin menikah karena berpikir kebahagiaan permanen itu ada di sana?.


Apakah anda ingin menikah hanya karena takut kesepian?.


Apakah anda ingin menikah hanya karena tak sabar menunjukkan pada dunia bahwa anda bebas bermesraan dengan pasangan halal anda?.


Apakah anda ingin menikah karena anda telah memberi syarat kepada dirimu, “Kalau udah nikah, baru aku bakal begini-begitu?”. Jadi ingat, saya kenal seorang wanita single 41 tahun dengan gaji diatas 15jt, gajinya dihambur2kan unt tamasya, belanja, beli hadiah2 mahal untuk saudara dan keponakannya dll, saat saya sarankan untuk kpr rumah, jawabannya selalu "itu tanggung jawab suami saat sudah nikah". Seakan mengharapkan bahagia dari suami kaya dimasa depan.


Jadi, untuk apa anda ingin menikah?


Sudahkah anda jujur kepada diri sendiri?


Sekali lagi, bukan, bukan saya tak menyarankan menikah. Itu adalah keinginan yang baik, ibadah yang direkomendasikan, bahkan boleh saya bilang wajib (versi saya). Saat melepasnya dari hubungan pacaran, larangan agama dan rida Tuhan jadi alasan utama anda. Namun saat ingin menikah, mengapa rasa ingin mencintai dan dicintai mendominasi pikiran anda? Mengapa ekspektasi dan harapan terhadapnya lebih banyak menguasai pikiran anda? Mengapa pikiran-pikiran seperti HIDUPKU-BAKAL-LEBIH-BAHAGIA-KALAU-SAMA-DIA meliputi seisi kepala anda? Mengapa bukan ridho Allah yang berada di barisan terdepan pikiran anda?


Tidakkah ini... terdengar seperti diri anda dulu?


Ingin berpacaran karena ingin tahu rasanya mencintai dan dicintai. Ingin berpacaran karena ekspektasi dan harapan terhadapnya. Ingin berpacaran karena mengira hidup anda bakal lebih bahagia dengannya. Sekarang, anda ingin menikah karena rindu rasanya mencintai dan dicintai; ingin menikah karena ekspektasi dan harapan anda terhadap pernikahan; ingin menikah karena mengira hidup anda bakal lebih bahagia bila bersamanya.


Bukankah ini tak jauh berbeda dengan masa-masa berpacaran dulu?


Tarik napas sejenak. Tersenyumlah sedikit.


Semoga anda menyadari: Jangan sampai cinta menjadi agama anda. Jangan sampai dia menjadi tempat anda bertumpu. Jangan sampai hidup anda hanya untuk cinta dan dirinya. Sedetik setelah kematian anda, dia sudah tak bisa membantu anda.



Ingin menikah, silakan, itu baik. Namun perbaiki niat, itu yang tak boleh kita lupakan.


Selamat berjuang, untuk diri kita yang lebih baik.


Kang Jay

“Ayo, masuk.” Dia menarik lenganmu, membawa langkahmu menuju tempat paling asing dalam duniamu.


Kamarnya. Kamar seorang laki-laki. Seorang laki-laki yang bukan bagian dari keluargamu. Kamar pacarmu.


Langkahmu membeku di sana, di belakang pintu kamarnya yang masih terbuka. Lututmu terlalu lemas untuk berbalik keluar dari kamar pengap ini. Kau bahkan tak bisa lagi merasakan kencangnya degup jantungmu. Jadi, matamu mengitari seisi ruangan. Kasur yang teronggok di lantai dengan seprai berantakan, baju kotor di atasnya, dan selimut yang belum dilipat. Asbak di pojok kamar, beserta bekas puntung-puntung rokok dan ampasnya. Lemari kayu yang pintunya tak ditutup. Saat kau menarik napas, aroma rokok, udara pengap, dan sisa parfum maskulin beradu dalam indera penciumanmu.



Masih membatu, matamu mengekori langkah kakinya. Dia melepas jaketnya, membuangnya ke tempat tidur, berjalan menuju jendela, menyingkap tirai hijau, membuka jendela sehingga cahaya senja menembus, menyilaukan tatapanmu.


“Ngapain di situ? Duduk sini.” Kini, dia duduk di kasurnya, bersandar di dinding, sedikit berbaring, lalu menepuk bagian kosong di sampingnya sambil menahan tawa melihat ekspresi tegangmu.


Saat kau mengambil langkah pertama, dia berkata, sedikit lebih pelan, “Pintunya ditutup aja.”


Napasmu tercekat. Kau menelan ludah.

Omong-omong, ini indekos. Kau tahu mengapa pintu sebaiknya ditutup. Dan, kau tak punya pilihan lain. Jadi, kau mendorong pintu itu, membiarkan sejengkal celah. Lalu, kau duduk di sampingnya, terlalu kaku dan tegang.


“Kamu kenapa, sih? Santai aja,” ucapnya, duduk tepat di sampingmu.


Mulai dari percakapan itu, dia meneruskan pembicaraan. Dia bercerita tentang indekos ini. Penghuni kamar sebelah yang sering mabuk tiap malam, lalu akhirnya didepak dari indekos ini. Penjaga indekos yang nyaris tak pernah kelihatan kecuali saat menagih tagihan bulanan dan saat ada kasus tertentu. Kisah horor di kamar mandi atas. Kebiasaan anak cowok di indekos, yang membuatmu mengernyit jijik.


Dia terus bercerita sampai matahari terbenam.


Dan, kau begitu menikmati setiap momen bersama orang yang kau cintai, di tempat intim ini. Tak seperti di mall yang hiruk pikuk. Parkiran mall yang kelewat panas. Kafe yang dibatasi waktu. Kau diam-diam menikmati situasi ini. Kau dan dia, tanpa jarak.


Kalian terus berbincang sampai malam menjelang.


Tak ada apa-apa yang terjadi.


Dia adalah laki-laki yang baik. Kau adalah gadis yang tahu batas.


Berada di dalam kamar pacar tak seburuk yang orang-orang pikirkan.


But it was just the first night.


Berada di dalam kamar pacar tak seburuk yang orang-orang pikirkan, batinmu.


Jadi, keesokan harinya, kau datang lagi. Lagi pula, apa yang bisa kau lakukan setelah semua urusan di kantor usai? Bermain bersama teman? Oh, mereka juga sibuk dengan pacar-pacar mereka. Mengerjakan tugas-tugas kantor? Duh otak ini butuh penyegaran. Kembali ke kosanmu? Bosan di sana. Mengajak pacarmu ke kosanmu juga tak mungkin, karena itu kosan putri.


Tak ada pilihan lain, bukan? Jadi, pada senja yang menua ini, kau duduk di sampingnya, di dalam kamarnya, memancing kisah mantan-mantannya dulu, berpura-pura cemberut, sampai dia memohon-mohon, berusaha memelukmu, berkata lirih tapi aku-paling-sayang-sama-kamu, lalu kau akan tertawa melihat wajah sedihnya.


Dan ketika kalian bersama, waktu berjalan begitu cepat. Senja memudar. Malam menjelang. lni malam keduamu di sini, di kamar pacarmu.


Ratusan kilometer dari sini, ibumu tak bisa tidur, ayahmu lembur lagi malam ini.


Kamu berada di dalam kamar pacarmu tak lagi terasa mengerikan. Dia adalah laki-laki yang baik. Kau adalah gadis yang tahu batasnya. Dia akan mengantarmu pulang sebelum pukul sepuluh malam.


Dia tak pernah menyentuhmu secara tak sopan.


Maka, datanglah malam ketiga.


Hujan turun di luar, nyaris pukul sepuluh.


Pacarmu tampak gelisah. Dia bolak-balik kamar mandi sejak tadi.


“Kamu kenapa, sih?” tanyamu, saat dia kembali ke kamar.


Kau sedang berdiri di dekat jendela. Dia menghampirimu, dengan tatapan yang berbeda. “Nggak, nggak apa-apa,” jawabnya, kini berdiri begitu dekat denganmu. Tanpa jarak. Dan, diam begitu lama.


Hingga dia berbisik. “Apa aku boleh-"


Dan, tak sampai dia menyelesaikan pertanyaan, itu telah terjadi.


Sebuah ciuman pertama.


Kau tersentak, mendorongnya pelan, tak mau memandang wajahnya. Diikuti jeda yang panjang dan canggung.


Gimana kalau dia marah...

Gimana kalau dia ninggalin aku gara-gara ini...

Temanku lebih parah dari ini, kok...


Akhirnya, kau mengangkat muka, memandangnya, lalu mengangguk. Karena kau menyayanginya. Karena kau tak ingin ditinggalkan.


Karena dia adalah laki-laki yang baik, dan kau adalah gadis yang tahu batas. Itu semua bermula dari sana.


Sayangnya, itu hanya jadi dongeng masa lalu.


Karena...


seperti detik-detik yang menjelma menit, menit yang menjelma jam, jam yang menjelma hari, bulan, hingga tahun, siapa sangka kumpulan detik yang kecil dapat menjelma tahun-tahun yang berlalu?


Dan, seperti dirimu yang merasa dia adalah laki-laki baik dan kau adalah gadis yang tahu batasnya,


Lalu, kau meremehkan sebuah batas: masuk ke kamarnya.


Namun, kalian saling cinta, tak ada paksaan, orang-orang tak berhak bilang apa-apa.


Bersama dalam kamar menjelma pelukan sederhana, pelukan sederhana menjelma ciuman, ciuman menjelma sentuhan-sentuhan terlarang, sentuhan-sentuhan terlarang menjelma sesuatu yang lebih jauh, sesuatu yang melanggar batas, yang kau kira kau tahu bahwa itu adalah batas yang tak boleh kalian lewati.


Namun, kalian saling cinta, tak ada paksaan, orang-orang tak berhak bilang apa-apa.


Siapa sangka langkah pertama di kamarnya menjadikanmu seperti ini, sejauh ini? Aku tak tahu apa lagi yang terjadi di kamar itu. Namun bertahun-tahun kemudian, kudengar kabar baru. Kabarnya, kalian sudah putus.


Dia mengaku bosan dalam hubungan ini, seolah dia telah mendapatkan apa yang dia kejar, maka selesailah misinya.


Kau mencoba keras untuk bertahan dalam hubungan yang sudah tak sehat ini. Satu-satunya alasan kau ingin bersamanya adalah karena dia telah merebut sesuatu berharga dari dirimu. Dan, ada cinta yang semakin membludak setelah malam-malam itu.


Namun, dia tak mau lagi bersamamu.


Sesuatu dalam dirimu memang telah diambilnya dan tak akan pernah kembali.



Rasanya begitu mudah mengatakan ini... tetapi, lebih baik begitu. Daripada kau bertahan dengan seorang laki-laki yang hanya memanfaatkan apa yang kau miliki.


Daripada kau terus-terusan tenggelam dalam kesalahan ini.


Setiap malam, kau mungkin akan bertanya, “Lalu, bagaimana masa depanku? Siapa yang mau bersamaku?”


Aku tahu ini sangat berat bagimu. Aku tak tahu solusi paling tepat.


Namun, aku hanya ingin mengingatkan:


Kita tidak hidup karena cinta. Kita tidak hidup untuk mencari pasangan.


Ada misi yang lebih besar dari itu.


Sebab jika cinta adalah tujuan hidup kita, bagaimana dengan pasangan-pasangan yang berakhir cerai, pasangan-pasangan yang ditinggal mati, lalu memutuskan hidup sendiri seumur hidupnya? Bukankah itu tanda besar bahwa cinta bukanlah tujuan hidup ini?


Ini juga bukan sekadar cita-cita yang besar. Lebih dari itu. Jauh setelah itu.


Sebab jika cita-cita adalah tujuan hidup kita, mengapa tokoh-tokoh seperti Albert Einstein dan Steve Jobs, yang mungkin telah mencapai mimpi-mimpi besar mereka, harus berakhir dalam pusara? Bukankah itu tanda besar bahwa ada sesuatu setelah cinta dan cita-cita?


Iya, aku berbicara tentang sebuah kehidupan setelah kematian.


Apakah kau telah mencari tahu kehidupan setelah kehidupan di dunia ini? Maka, sudahkah kau mencari? Sudahkah kau tahu apa saja yang dapat menyelamatkanmu dari hari-hari buruk setelah kematian? Ataukah kau hanya merasa tak ada kehidupan setelah kematian karena kau tak suka konsep itu? Ataukah karena kau merasa tak ada bukti ilmiah tentang itu, jadi kau berhenti mencari dari perspektif lain? Ataukah karena ini terdengar seperti dongeng?


Namun, mengapa ada sudut dalam hatimu yang senantiasa terasa kosong, seperti sedang berusaha mencari dan mengejar sesuatu? Sudahkah kau benar-benar mencari? Mengapa kau selalu merasa kehilangan arah? Mengapa kau selalu mempertanyakan ujung hidup ini? Sudahkah kau mendengar kebenaran yang tak terelakkan, yang bahkan hatimu bisa merasakannya?


Lihat, baru beberapa kalimat, dan pikiran tentang jodoh mulai memudar. Bebanmu sedikit terangkat. Hatimu terasa tenang, seperti udara yang menyelusup ke ruang pengap. Ya, karena kau sudah dekat dengan jawabannya. Dengan kebenaran.



Teruslah mencari, teruslah berdoa kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta, yang Maha Kuasa atas Segala Sesuatu, Maha bijaksana lagi Maha Mengetahui, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, agar kau senantiasa berada di jalur yang tepat, menuju misi terbesar dalam hidup.


Dan, siapa pun yang membaca ini, saya ingin kita ingat: Segalanya bermula dari ucapan ini:


Dia baik. Aku tahu batasannya. Kita nggak bakal ngapa-ngapain, kok.


Teruntuk wanita muda, atau wanita yang sudah usia untuk tidak terlena 'lagi'.


Kang Jay


Pada suatu pagi nanti, kau akan membuka matamu, menemukan dia di sampingmu.


Hatimu tenang, bibirmu tak bisa berhenti tersenyum setiap pagi.


Dia adalah pasangan hidup yang telah kau dambakan; seseorang yang tadinya tak bernama tetapi selalu kau panjatkan dalam doa; dan doa doa yang terkabulkan dalam satu sosok manusia. Sudah tak ada lagi malam-malam sebelum tidur, bertanya-tanya, “Siapa yang jadi jodohku kelak? Apa ada yang mau sama aku?” Karena, tadi malam, saat kau belum tertidur lelap, jodohmu telah mendengkur halus di sampingmu, seakan berkata, “Kamu sudah nggak sendiri lagi.”


Hari pertama, hari kedua, hari ketiga. Bulan pertama, bulan kedua, bulan ketiga, hingga tahun pertama. Semua berlalu seperti mimpi indah. Perbincangan tengah malam tentang mengapa kamu memilihku. Obrolan-obrolan tak penting, lelucon penuh tawa, pengingat-pengingat manis darinya. Duduk berdua, di depan televisi yang tak menyala, tanpa bicara, tetapi begitu hangat dan nyaman. Bernostalgia di sore hari tentang hari pernikahan kalian, di saat para saksi menyeru, “Sah!" dan air mata menggenang di mata kalian.



Semua ini berlalu begitu mulus, begitu indah. Masalah ada, konflik terjadi, rasa jenuh sempat hadir, tetapi itu tak pernah menghancurkan kalian, malah semakin menguatkan. Ini bukan hubungan yang sempurna, tetapi kau tak mempermasalahkannya selagi ini bersamanya.
Lalu, tanpa aba-aba, sesuatu di dalam dirimu terjadi.


Seperti kecemasan. Yang membuatmu ingin menangis tanpa alasan masuk akal. Yang membuatmu tak terlalu nafsu makan. Yang membuatmu bingung apa yang harus kau lakukan.


Tidak, tidak ada apa-apa tentangnya. Dia tetap menjadi pasangan yang baik. Bahkan semakin baik, semakin hari berlalu. Tidak, tidak ada masalah darimu. Dia menerima segala kekuranganmu dan senantiasa memberi bisikan hal-hal seperti,
“Aku sayang sama kamu bersama seluruh kekuranganmu.” Dan, di situ masalahnya.


Kau sangat, sangat, sangat mencintainya, mengaguminya, menggilainya. Namun, cinta ini begitu kejam. la mengirimkan suara-suara dalam hatimu yang bertanya, “Bagaimana nanti? Bagaimana tahun-tahun ke depannya? Bagaimana kalau dia pindah ke lain hati? Bagaimana kalau dia berubah? Bagaimana kalau dia... meninggal?”


Kau sangat, sangat, sangat mencintainya, mengaguminya, menggilainya, dan itu membuatmu khawatir.


Gelisah merundungimu setiap kali dia pulang lebih larut dari biasanya. Meski dia sudah jujur, “Aku lembur.”
Kecemasan meliputi setiap kali dia jatuh sakit. "Dia kenapa, ya? Duh, aku harus gimana? Kenapa belum sembuh?".


Curiga timbul setiap kali dia begitu fokus menatap ponselnya, lalu mengetik sesuatu. Apa ada perempuan lain? Meski setelah kamu mengecek isi ponselnya setiap malam, itu hanya perbincangan bersama teman lama dan urusan kerja. Atau sudah dia hapus?.


Perih betul hatimu ketika dia berkata, “Aku ada janji sama temanku. Aku balik agak malam, ya.”

lya, dia memang hanya bercengkerama bersama teman-temannya, tetapi mengapa aku malah cemburu tidak penting begini? Mengapa hati ini begitu sakit hanya karena hal sepele seperti ini?.


Kesedihan menjadi sahabat baikmu setiap kali kau berjalan-jalan bersamanya. Genggaman tangan yang erat, percakapan sederhana, gombalan yang memanjakan telingamu, itu semua membuatmu bertanya, “Sampai kapan? Apakah dia akan begini terus? Namun, gimana kalau dia sudah... meninggal? Aku gimana? Aku hanya sayang dia, nggak ada yang bisa menggantikan dia.”


Di tahun-tahun berikutnya, kau mendengar perceraian teman terbaikmu, kisah perselingkuhan yang merajalela, temanmu yang meninggal, meninggalkan pasangan hidup dan anak-anaknya.


Perasaan ini semakin menyiksamu. Seperti ada pisau yang kasat mata, mengiris hatimu pelan-pelan, membiarkannya berdarah bertahun-tahun, dan tak ada yang dapat menghentikan irisan ini. Jika irisan ini berhenti, itu sama saja berarti tak pernah menemuinya, tak pernah mengenalnya, tak pernah mencintainya, tak pernah menikahinya.


Rasa sakit ini bermula dari rasa cinta yang begitu dalam. Dan, jika kecemasan ini tak pernah ada, setidaknya ada satu kebenaran yang pasti terjadi: satu dari kalian akan meninggalkan satu sama lain.


Mungkin, ini yang disebut orang-orang: kenikmatan adalah ujian.


Kehidupan yang melelahkan. Seakan semuanya terasa sia-sia. Mencintai tetapi tak pernah bisa benar-benar memiliki.


Jika cinta bukan jawaban dari segalanya, lalu apa?
Perihal ini, setiap orang memiliki perspektif masing-masing. Dan, setiap orang akan bertanggung jawab dengan pendapat mereka.


Dan, jika kecemasan ini tak pernah ada, setidaknya ada satu kebenaran yang pasti terjadi: satu dari kalian akan meninggalkan satu sama lain.


Saat satu dari kalian pergi, meninggalkan dunia ini. Katakanlah itu dirimu. Maka, kepada siapa kau kembali? Apakah kau kembali kepada pasangan hidupmu? Apakah hidupmu berakhir begitu saja? Setelah melalui semua kesulitan ini? Apakah arti hidup ini jika semua berakhir tanpa makna? Maka, kepada siapa dirimu kembali?.


Secara naluri dan logika paling murni dan jujur, kita semua tahu jawabannya: kepada-Nya-lah kita kembali.


Maka, apakah cinta jawaban dari segalanya? Apakah kita hidup hanya untuk saling mengisi rasa kesepian? Atau, bertakwa kepada Tuhan yang telah menciptakan kita, yang memberi rezeki kepada kita, yang menjadi tempat kita kembali, yang menjadi jawaban segalanya, tujuan hidup yang sesungguhnya?.


The truth is so loud we can’t deny it.


“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlamba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” [QS Al-Hadid: 20]


You may gone from my sight, but you are never gone from my heart.


Kang Jay


Mungkin, kebanyakan laki-Iaki memang begitu.

Namun, kebanyakan perempuan juga begitu.

Mereka yang membuat Iaki-laki berjanji.

Mereka yang berekspektasi.

Mereka yang menyalahkan laki-laki ketika janji itu tak tertepati.


Well kita mulai saja kisah ini, yah kisah yang sangat-sangat biasa terjadi.


Kamu berkata kepadanya, “Aku nggak mau main-main. Aku mau hubungan yang jelas, yang ada tujuannya,”

Dan karena aku sudah lelah patah hati, karena aku nggak mau membuang waktuku dengan orang yang nggak pernah berani berkomitmen untuk masa depan, lanjutmu dalam hati.


Hari itu, ada jeda yang berlangsung lama sekali. Tetapi hari itu, kamu bisa mendengarnya berkata.…


“Aku juga nggak mau main-main.”


Beberapa hari kemudian, dia mengisi hari-harimu, setia membalas pesanmu di tengah malam, selalu menjadi orang pertama yang bertanya apakah kamu sudah bangun, saling berbagi cerita, lalu kamu akan mendengarnya berkata:


“Aku pengen kita selamanya kayak gini.”


Setetes air mata menitik di matamu. Mulutmu merapal syukur. Hatimu bergema, “Akhirnya, akhirnya. I found the one.”


Beberapa minggu kemudian, kamu akan membuat drama kecil. Tak membalas pesan darinya, tak memulai percakapan di pagi hari, tak mengangkat telepon darinya. Sekadar mengecek keseriusannya. Sekaligus rindu mendengar kata-kata manis darinya.


Sehingga, dia akan menyerah dalam argumen tak jelas ini dan berkata,


“Aku sayang sama kamu. Kamu jangan gini, dong.”




Namun, kamu lelah dengan ucapan indah. Kamu ingin sesuatu yang lebih serius. Dengan hati yang sudah melayang di langit dan senyum lebar di bibir, kamu mengetik pesan semacam, “Ah. Ngomong sayang mah gampang.”


Dan, dia akan berkata,


“Maaf kalau aku belum bisa komitmen. Tetapi, aku janji. Aku bakal dapat kerja, mapan, biar kita bisa............................... nikah.”


Dan, seluruh tubuhmu meleleh.


Sejak hari itu, tak ada lagi lagu favorit, yang ada hanyalah suaranya, melantunkan janji manis itu, bermain di kepalamu setiap hari, menjadikan hari-hari lebih indah, membuat cinta menyerbak ke seluruh penjuru hatimu, lebih pekat, lebih dalam.


Namun, itu dulu...


Masa lalu yang tak pernah terulang.


Beberapa bulan lalu, kamu menyadari sesuatu: Semakin dalam kamu mencintai, semakin banyak langkah mundur yang dia ambil. Melalui perbedaan pendapat yang tak berujung, kesalahpahaman yang tak jelas, kebuntuan yang tak terelakkan, ucapan maaf yang sia-sia, dia dan kebiasaan buruknya, kamu dan ekspektasimu.


And you've never loved and hated someone this hard, at the same time. Di satu malam yang tak berbintang, keputusan harus di ambil.


"Mending kita udahan aja kalau kayak gini terus".


Sejak hari itu, janji-janji manis yang pernah diucapkannya menjadi lagu kenangan yang selalu bermain di kepalamu, setiap malam, sebelum tidurmu, di sela-sela air mata yang tak tertahankan. Dan setelah jatuh cinta berulang kali, kamu menyimpulkan,


“Semua laki-laki sama aja, ya. Cuma bisa kasih janji manis. Tanpa kepastian.”


Sekali lagi, kisah diatas sangat jamak terjadi, bertahun-tahun di AN sangat sering saya membaca keluh kesah wanita seperti kisah diatas.


Saya, sebagai laki-laki, ingin menjawab: mungkin, anda benar. Mungkin, kebanyakan laki-laki memang begitu. Tetapi, kebanyakan wanita juga begitu. Wanita yang membuat laki-laki berjanji. Wanita yang berekspektasi. Wanita yang menyalahkan laki-laki ketika janji itu tak terlaksana. Padahal, wanita tahu: anda yang memulai semua kode ini menjadi sebuah keseriusan, sedang pria hanya mengikuti alur yang wanita buat sehingga dia hanya berusaha menyenangkan hatimu dengan janji surganya. PADAHAL, wanita pun tahu: pria, yang wanita cintai, punya janji-janji lain yang belum terpenuhi.


Maksud saya...


Anda bisa melihat dengan mata sendiri: misal pria itu masih menggunakan uang orangtuanya untuk pendidikan atau untuk uang jajan selama nganggur, tetapi dia malah menggunakan uang itu untuk anda, dan anda merasa, he's such a gentleman. Namun, bayangkan, jika anda adalah ibu dari seorang anak laki-laki, yang diberi uang untuknya, untuk pendidikannya atau jajannya, tetapi dia malah menggunakannya untuk seorang perempuan yang baru dikenalnya beberapa bulan terakhir, akankah anda akan baik-baik saja?.


Anda bisa melihat dengan mata sendiri: si pria belum lulus atau belum bekerja. Dan, kelulusannya atau bekerjanya adalah janji tak terucap, yang belum terpenuhi, antara dia dan orangtuanya.


Anda bisa melihat dengan mata sendiri: si pria tidak pernah memulai janji jika tidak anda mengirim kode-kode agar hubungan itu menjadi keseriusan.


Anda bisa melihat dengan mata sendiri: si pria bahkan tak tahu cita-citanya. Oh, pria itu mungkin memiliki cita-cita. Tetapi, dia bahkan tak pernah mulai mengejarnya. Jika dia menghabiskan waktu dengan hal favoritnya, anda akan mulai merasa dia tak peduli kepadamu. Padahal, cita-cita adalah janji dia untuk dirinya sendiri.


Janji apa yang wanita harapkan dari seorang laki-laki yang belum memenuhi janji orangtuanya dan janji untuk dirinya sendiri?


Ini tak selalu tentang laki-laki dan janji manisnya. Ini juga tentang wanita dan ekspektasinya yang berlebihan. Berhenti menyalahkannya yang gagal menepati janji itu, sebab wanita pun belum memenuhi janji... untuk Tuhan yang menciptakan anda; lalu, untuk orangtua anda, dan untuk diri anda sendiri.


Hidup tak selalu tentang dia yang kamu cintai.


You have your own life, and it doesn’t always have to do anything with him.


Kang Jay

Pages: « Previous ... 20 21 22 23 24 ... Next »
advertisement
Password protected photo
Password protected photo
Password protected photo