BLOG TULISAN Jayadiningrat


Gini nih susahnya jadi jomblo yang habis bersilaturahmi dengan keluarga besar, terus tiba-tiba ketemu saudara yang menawan hati? Langsung deh searching mbah google dengan keyword ini: Hukum menikah dengan sepupu.


Kang Jay


Sebenarnya sampai saat ini pun banyak ustadz dan kyai masih mempertanyakan apakah jodoh adalah takdir, melihat bahwa jodoh juga mengikuti sebab-akibat seperti usaha dan doa.


Saya pernah mengikuti ceramah jum'at, sang Habib berapi-api bilang Jodoh Bukan Takdir, saya cukup lama mencernanya sambil garuk-garuk kepala tanda bingung he he he.


Kalau saya sendiri sih cenderung melihat jodoh adalah takdir seperti ajaran dibuku-buku agama saat sekolah, namun ketika saya cerna dari ceramah itu maka saya juga ikut heran karena banyak diantara kita terlalu saklek menganggap bahwa jika jodoh adalah takdir maka jodoh itu harus SEMPURNA, padahal kesempurnaan sangat mustahil didapatkan dalam hubungan asmara.


NAH POLA BERPIKIR seperti ini yang bisa membahayakan hubungan rumah tangga, kata sang Habib. Jodoh Tidak Sempurna = Jodoh Bukan Takdir, padahal takdir adalah ghoib. Ketika sampai rumah, saya merasa berhasil mencerna apa yang disampaikan sang Habib, masuk akal juga sih. Masih sangsi sih, ya sudahlah. Mungkin yang ingin disasar oleh sang Habib adalah Pola Berpikir nya.


Coba saya ulas.


Jika kita terlalu percaya hubungan sukses adalah hasil dari takdir jodoh, maka kita akan cenderung malas menyelesaikan masalah hubungan karena kita pikir pasangan kita harusnya sempurna dan hubungan seharusnya selalu lancar. Misal kita kenalan dengan cowok atau cewek kemudian kita merasa banyak kekurangan didiri dia dan banyak masalah terjadi, dengan mudah kita langsung menjudge "Oh dia bukan jodohku, karena jodoh yang disiapkan Tuhan untukku adalah jodoh sempurna dan lancar seperti yang aku idam-idamkan". "Aku tuh cowok atau cewek baik-baik lho (versi dia) jadi harus dapat yang baik-baik juga (lagi-lagi versi dia juga)". Hellooooooo...any body home.... Padahal sesuatu yang kita anggap baik belum tentu baik disisi Allah.


Kalau kita terlalu percaya pasangan hidup kita (misal sudah nemu) adalah jodoh sempurna yang ditakdirkan untuk kita, maka kita akan menyalahkan pasangan jika terjadi masalah. Kita akan mengkritik pasangan jika dia melakukan kesalahan. Kita akan menuntut pasangan untuk berubah demi kita. Akibatnya jika tidak, maka kita akan dengan mudah meninggalkan hubungan dan mencari orang lain yang kita anggap sempurna. Padahal kesempurnaan tersebut hanya ekspektasi yang membutakan kita untuk menjalani hubungan secara realistis dan sehat.


Sedangkan jika pasangan lain yang tidak terlalu memusingkan bahwa jodoh yang dia dapat saat itu adalah takdir sempurna namun berfikir yang REALISTIS, maka saat menghadapi konflik akan lebih sehat. Mereka memberikan ruang terbuka untuk mengungkapkan perasaan dan keinginan satu sama lain demi memperbaiki konflik. Mereka tidak menahan uneg-uneg karena mereka tahu hubungan mereka tidak sempurna, sehingga mereka akan terus berusaha demi satu sama lain.


Hal ini berbeda dengan orang yang percaya dengan jodoh adalah takdir sempurna. Ketika menghadapi konflik, konflik tersebut justru dianggap sebagai tanda pasangan mereka bukanlah jodoh yang ditakdirkan untuk mereka. Alih-alih memperbaiki konflik, malah langsung menjudge itu bukan jodoh dia, jadi harus secepatnya bercerai dan mencari jodoh sebenarnya yang ditakdirkan Tuhan, ha ha ha pikiran sesat.


Jadi silakan saja kita percaya dengan jodoh adalah takdir yang tidak bisa diubah. Namun tetap selalu berpikir bahwa jodoh kita adalah orang yang tepat menurut standar kita sendiri, bukan artinya sempurna. Setelah bertemu orang yang tepat, kita tetap harus berusaha membangun hubungan yang sehat dan sudah pasti akan ada konflik yang harus dihadapi.


Sekali lagi walau itu takdir, namun jodoh jangan hanya ditunggu dan didoakan, jodoh juga harus tetap dicari dan diusahakan dengan tingkatkan terus kualitas diri dan standar kita dalam mencari pasangan. Kita harus selalu bersikap realistis untuk terus berusaha agar hubungan berjalan mulus dan sukses.


Kang Jay


Kebanyakan orang yang lama menjomblo banyak yang tak bisa menjelaskan mengapa sampai saat ini jodoh kita belum datang.


Ada alasan unik yang tanpa disadari membuat kita sulit menemukan belahan jiwa, yakni menyabotase diri sendiri.


Menyabotase diri sendiri bisa diartikan sebagai secara aktif meremehkan dan menutup peluang untuk interaksi sosial atau pun potensi bertemu orang baru.


Pada kondisi ini, kita mengatakan pada dunia bahwa kita tidak tertarik pada suatu hubungan baik secara sadar atau tidak sadar.


Kita seringkali menyalahkan faktor eksternal, misalnya menyalahkan cuaca panas atau macet sehingga malas datang ke sebuah undangan acara, menyalahkan teman yang dekat dengan kita berperangai buruk semua. Inti dari kebanyakan sabotase diri adalah rasa takut.


Ada kisah tentang sepupu saya, dia cantik, sarjana ekonomi dan bekerja sebagai SPG produk kosmetik. Dia paling males diajak ke acara keramaian. Tante saya sempat bingung bagaimana mencarikan jodoh untuk putrinya. Ada anak kenalan ibunya dikenalkan namun dibilang anak mami. Usia sepupu saya pun bertambah, pada akhirnya kandidat yang ada kebanyakan adalah duda. Ada salah satu duda serius yang datang kerumah, namun sepupu saya selalu mencari celah bagaimana sang Duda merasa tidak nyaman dan berusaha mempengaruhi ibunya bahwa sang duda berperangia buruk dan masih mengingat mantan istrinya.


Akhirnya sang duda mundur teratur. Sepupu saya dengan bangga bilang ke mamanya, "Tuh kan ma, untung eteh tidak serius ama dia, dianya cuman main-main nyatanya ga pernah datang lagi, untung eteh masih dijaga Tuhan untuk tidak mendapatkan suami berperangai buruk". Mamanya cuman bisa mengelus dada, jika sekali dua kali bilang kenalan prianya dicap buruk tak apa, namun kalau sering???. Kemudian takdir tidak bisa ditolak, diusia 41th sepupu saya meninggal karena Leukimia. Sedih jika teringat sepupu saya yang cantik ini, teman main saya karena kita hampir seumuran. Ini benar-benar kisah nyata. Saya masih sering meninggalkan ucapan ulang tahun di FB nya, adiknya (sepupu saya juga) suka membalas pesan saya karena dia adminnya.


Sebenarnya kondisi mensabotase diri ini dapat dimengerti bahwa banyak orang menahan diri demi melindungi diri sendiri agar tidak terluka. Ini terutama disebabkan oleh rasa takut akan penolakan dan keinginan untuk menghindari patah hati.


Sering kali ketika seseorang secara emosional terluka di masa lalu, wajar untuk melindungi diri. Tapi ada perbedaan antara bersikap skeptis secara sehat dan merusak kebahagiaan sendiri.


Banyak orang yang tanpa sadar menyabotase peluang mereka menemukan cinta karena adanya kenyakinan negatif, seperti merasa lebih baik saya sendiri, takut menjadi korban perselingkuhan, dan berpikir tak punya waktu untuk menjalin asmara.


Secara umum, pada kondisi ini memang kita belum siap menjalin asmara karena masih memegang beberapa keyakinan itu.


Lalu, apa yang harus kita lakukan?


Ini mungkin klise, yaitu belajarlah mencintai diri sendiri. Ada banyak manfaat untuk belajar mencintai diri sendiri sebelum kita dapat mencintai orang lain.


Saat mencintai diri sendiri akan timbul kasihan, kasihan tubuh ini belum pernah merasakan pernikahan, kasihan tubuh ini belum mencoba digunakan untuk mendapatkan anak, kasihan tubuh ini belum banyak dibelai oleh kekasih hati, dan lain sebagainya.


Belas kasih dan kesadaran diri adalah langkah pertama dalam menarik dan mengembangkan hubungan positif.


Kang Jay

Mengikuti kata hati seperti dibawah ini mungkin banyak yang sudah pernah mengalaminya bahkan saat ini ada diantara kita yang lagi mengalaminya. Menunda waktu demi harapan kebahagiaan yang makin menjauh hingga akhirnya memilih pergi.

Terutama untuk wanita, hal ini adalah perjuangan berat bahkan bisa menunggu bertahun-tahun untuk akhirnya memutuskan pergi.
Berikut kata hati tentang perjuangan itu yang perlu segera diakhiri:

"Kupikir setelah menjauh darimu. Memulai hidup baru. Aku bisa lepas sepenuhnya dari hal hal yang pernah ada tentangmu. Aku bisa lepas dari perasaan yang belum tuntas kepadamu. Aku bisa melenyapkan segala rindu yang dulu menggebu. Itulah sebabnya aku pergi menjauh. Meninggalkanmu untuk menanggalkan perasaan sayang itu. Aku ingin bahagia. Meski bukan denganmu yang tidak bersedia.

Namun, aku heran kepadamu. Saat aku memilih pergi. kamu seolah menahanku untuk tetap di sini. Kamu memberi tanda bahwa kamu sedang belajar menerima. Kamu seolah menunjukan kepadaku, agar aku tetap saja mencintaimu. Dan, semua perlakuan itu membuatku berpikir ulang. Berkali kali aku menunda pergi. Aku pikir kamu benar akan belajar membuka hati. Namun. semua percuma. Sepanjang waktu berlalu yang aku dapat hanyalah luka. Kamu tidak pernah benar-benar menerima. Kamu hanya mempermainkan perasaan yang tak main main kurasakan kepadamu.

Kamu tarik ulur hatiku. Kamu ragukan perasaanku, yang begitu dalam hanya menginginkan kamu. Kamu seperti ular, melingkari langkahku. Namun. enggan menjadi bagian dari hidupku. Kamu hanya ingin bermain-main, sementara aku tidak pernah ingin menjadi mainan. Kamu harusnya tahu, aku yang sudah terlalu lelah memendam rindu. Itulah mengapa akhirnya aku memilih pergi. Aku memilih mematikan saja semua rasa hati kepadamu. Meski tetap saja ada yang tersisa dan terasa pilu. Setiap kali kita bertemu. kamu seolah menyalahkan aku. Menyalahkan aku yang memilih pergi.

Sesekali merenunglah. Apa yang sudah kamu lakukan kepadaku? Bagaimana rasanya menjadi seseorang yang tak pernah diterima? Bagaimana rasanya mencintai seseorang yang hanya ingin memainkan perasaanmu? Atau, bagaimana rasanya mencintai seseorang yang meragukan perasaanmu? Itu yang kurasakan. Jika akhirnya kini aku memilih pergi. Lalu, mencintai orang baru. Jelaskanlah, pada bagian mana aku bersalah kepadamu? Tidak perlu dijawab. perasaan padamu tak lagi ada. Meskipun ada, akan kubunuh secepatnya."

Selamat anda telah memilih masa depan bukan masa lalu tak berujung.

Kang Jay


Bagi yang pernah dilukai, hingga susah melupakan.

Bagi yang pernah mencintai, tapi dikhianati.

Bagi yang pernah mengkhianati, lalu menyadari semua bukanlah hal baik untuk hati.

Bagi yang jatuh cinta diam-diam, suka pada sahabat sendiri.

Juga bagi yang tidak bisa berpaling dari orang yang sama, dan hal-hal yang lebih pahit dari itu.

Tenanglah, saya pernah ada di posisi anda saat ini. Mari mengenang, tapi jangan lupa jalan pulang. Sebab, setelah kita berpetualang ke masa lalu, kita harus menjadi lebih baik bukan makin terpuruk atau bahkan terlena untuk terus memanjakan hati dengan kesakitan itu terus.




Saya pun tahu satu-satunya hal yang bisa memperlambat waktu adalah rindu.

Namun ayo, kita mulai menata rindu yang baru. Ya rindu yang punya harapan nyata bukan fatamorgana.

Katakan kepada masa lalu: kamu adalah cerita yang telah usai.

Bangkit menatap masa depan kita dengan optimis dan ceria.

Kang Jay


Mungkin kita pria pernah dibilang oleh wanita tidak peka. Kemudian kita pria kebingungan, tidak peka pada hal apa, perasaan semua biasa dan baik-baik aja. Lalu dibilang lagi tidak peka, bertanyalah pria "peka pada hal apa?", namun tidak dijawab wanita.


Saya akan ambil contoh kasusnya pada putri saya. Pada awal kenalan dengan cowok, putri saya tercengang melihat ketidakmampuan sang pria teman dekatnya untuk peka atau turut bersedih hati saat putri saya sedang sedih atau curhat tentang kesedihannya.


Kondisi ini sebenarnya sudah banyak diteliti, bahwa pria dan wanita akan sama-sama merasa nyaman saat berdekatan secara fisik dengan orang yang gembira. Namun, hanya wanita dalam penelitian menunjukkan yang masih merasa sama nyamannya berdekatan dengan orang yang sedang terluka atau sedih.


Yang saya amati, seperti teman-teman putri saya yang akan terus menemani saat hati putri saya terluka atau sedih. Mereka akan bertanya kapan itu terjadi, apa yang diucapkan, apakah kamu bisa tidur, atau udah makan belum, atau mau aku kerumahmu?.


KEMAMPUAN untuk “mendampingi” selama terjadi masalah emosi memang sudah tertata kuat dalam diri wanita.


Akan berbeda dengan pria jika melihat wanita sedih, cenderung diam atau hanya mengucapkan, “Aku harap kau lekas ceria lagi, ya” kemudian buru-buru melanjutkan kesibukannya atau menjauh pergi. Bukannya sang pria sengaja tidak peka, namun lebih berkaitan dengan insting purba pada pria. Insting pria terbiasa menghindari kontak dengan orang lain bila mereka sendiri sedang mengalami masa yang beraatttt dari segi emosi. Pria biasa menenangkan atau memproses kesulitannya secara SENDIRIAN. Dan mengira wanita akan melakukan hal yang SAMA. Jadi bukan tidak peka, namun pria cenderung udah dari sononya begitu.


Lalu putri saya bertanya mengapa ayah bisa peka? (versi putri saya he he) "Nak, ayah sudah mengalami asam garam kehidupan, apalagi sejak punya kamu anak perempuan kemudian kamu ditinggal ibumu, ayah berusaha keras memahamimu". Untuk pria muda yah pastinya cenderung lebih mengandalkan insting, masih wajar kurang peka. Dia butuh banyak berinteraksi dengan wanita untuk mengasah kepekaannya.


Namun banyak juga pria yang susah belajar. Bahkan sampai puluhan tahun menikah pun, masih banyak suami yang masih mengandalkan insting purbanya saja alias tidak peka terhadap istrinya ha ha ha. Dalam benaknya, "Saya kan ga neko-neko, dan udah berusaha jadi suami baik kok". Eee ternyata dianggap gagal total tanpa kepekaan, sehingga menyebabkan istrinya tidak bahagia, memilih bercerai atau bahkan kecantol pria lain yang dianggap lebih "peka". Memang pemahaman perbedaan pria dan wanita perlu digarisbawahi saat ingin menikah, jangan hanya modal cinta apalagi nafsu saja.


Kembali ke putri saya , tentang ketidakpekaan pria bisa juga muncul dalam berbagai emosi lainnya, tidak hanya saat wanita sedih saja.


Pria teman dekat putri saya (yah pacar lah) sebenarnya sudah mengungkapkan ingin menikahi putri saya. Namun karena putri saya baru diterima di RS sebagai bidan yang benar-benar masih hetic banget dengan kesibukannya, sehingga dia minta waktu untuk menjawabnya. Sang pria setuju.


Setelah beberapa bulan akhirnya putri saya mulai terbiasa dan berkurang tekanan kerjanya. Putri saya sadar bahwa dia pun ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama pujaan hatinya, rencana ini sudah didiskusikan juga dengan saya dan saya mengiyakan. Putri saya memutuskan untuk membuat dia tahu. Selama dua bulan, putri saya melontarkan banyak isyarat alias kode-kode, yah pembahasan tentang anak lah, tinggal dimana lah, persiapan apa yang diperlukanlah, namun sang pria tidak banyak merespon dengan semangat alias datar saja menjawab bahkan sekenanya, tanpa merasa tahu pesan-pesan sebenarnya.


Setelah beberapa bulan kemudian karena panik, putri saya langsung bilang, “Aku siap menikah,” pada suatu sore. Sang pria hanya menjawab, “Ok, saya sangat senang mendengarnya” menoleh sambil tersenyum sebentar lalu menonton lagi pertunjukan musik di hari minggu sore itu.


Putri saya mulai panik. Apa dia sudah berubah pikiran? Apa dia sudah tidak mencintainya lagi? Setelah menonton musik, putri saya selama beberapa jam mencecarnya. Akhirnya karena seakan merasa frustrasi dan terhina, putri saya menangis. Putri saya bertanya apakah dia sedang mau meninggalkannya. Sang pria kaget dan menjawab, “Apa?”. “Bagaiman bisa berkesimpulan seperti itu? Ini kan pertama kalinya adik menyatakan bahwa siap menikah....(berpikir sejenak, mulai sadar, dan oalah ealah)....maukah adik menikah denganku?”. Lega dan tersenyum malu-malu putri saya ha ha ha.


Putri saya tidak bisa mengerti bagaimana sang pria seperti tidak peka dengan sinyal-sinyalnya selama berbulan-bulan ini, bahwa dirinya sudah siap menikah.


Nah ini salah satu sifat wanita yang perlu dipahami pria, saya teringat saat putri saya masih kecil, dia tidak mau berhenti melenggak lenggok sebelum berhasil memancing ekspresi wajah saya. Jika putri saya tidak mendapat respons yang diharapkan, dia akan terus lenggak lenggok dengan tingkah lakunya itu. Dia akan berhenti jika menyimpulkan dan mengira bahwa saya tidak menyukainya, karena tidak melihat ekspresi saya.


Yah mirip mirip seperti kisah putri saya saat udah dewasa diatas. Ketika sang pria tidak langsung melamarnya dan tidak langsung menanggapi interogasinya, dia menyimpulkan bahwa sang pria tidak mencintainya lagi. Sebenarnya, sang pria hanya kurang peka aja dengan sinyal-sinyal itu, bahkan saat diberi sinyal keras maka sang pria sebenarnya hanya berusaha mengulur waktu untuk mengajukan lamaran karena saat itu kan saat pertama kali putri saya bilang siap menikah, dia mungkin sedang berpikir langkah apa selanjutnya, yah khas pria kadang tidak bisa spontan, perlu waktu untuk mensinkronkan dengan logikanya dulu.


Begitulah wanita he he he, selalu ingin pria peka tanpa perlu dia mengungkapkan keinginan dia sebenarnya, mungkin dibenak wanita, jika mengungkapkan langsung seakan menjatuhkan harga dirinya atau bakal bikin malu atau apa silahkan comment dibawah. Yah bagi pria harap maklum dan mulai belajar peka.


Yah sebisanya ya he he...namanya aja belajar...


Kang Jay

Pami langkah tos midamel lara, tur lisan nu sok nyusun kapalsuan, nepi kangajantenkeun lukana manah.


Khilaf sareng Ngalantur etateh nu janten sipatna abdi, ari nyuhunkeun panghampura eta kawajiban abdi.
Ngabersihkeun hate tina sagala dosa eta anu jadi tujuan abdi.


Dina dinten boboran (lebaran) ieu pamugi lawang hampura anjeun masing kabuka.


مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ


Sim abdi sakulawargi neda ngahaturkeun wilujeung boboran, hapunten samudaya kalepatan.


Kang Jay & Keluarga


Ini bukan kisah hidupku, namun akan kuceritakam kisah yang mengharu biru:


"Lagi apa Aa disana?" Suara ibuku di ujung telefon. "Lagi rebahan, Ma," jawabku jujur.
"Lebaran ini pulang? Mama dan Abah rindu," kata Ibuku. Nada suaranya pilu.


"Aku mohon maaf Ma, dan mohon keridhaan Mama dan Abah, aku tak bisa berkumpul lebaran ini, Ma," jawabku. Wabah Corona dan aturan PSBB memang tidak memungkinkan untuk sembarangan pulang kampung.


"Apa kabar Ani?" tanya ibuku. Seketika, pertanyaan itu membuat lidahku kelu. Membuat jantungku berdegup tak beraturan.


"Belum komunikasi lagi, Ma," jawabku. Selanjutnya ibuku bercerita tentang rasa rindunya kepada sang mantan mantu, "Dulu, berapa hari sebelum lebaran, pasti Ani bantu Mama pilihkan model pakaian lebaran..." Aku lebih memilih diam.


"Ya sudah, kamu baik-baik ya di sana kalau memang tidak bisa mudik." "Iya, Ma, kita saling mendoakan saja ya Ma" kataku sekenanya.


Ibuku menutup sambungan telefon setelah menyampaikan beberapa pesan ampuh bagi anak keduanya. Meskipun sudah berusia 35 tahun, ibuku selalu memiliki pesan khusus untuk kami lima bersaudara.


Langit Depok terlihat muram. Hujan turun deras sejak tadi pagi. Aku kembali meneruskan aktivitasku, rebahan di kamarku yang hanya berukuran 4x4. Kamar kost yang kutinggali enam bulan terakhir ini.


Entah kenapa, hari ini rasanya aku terlalu malas. Tidak ada satu pun pekerjaan yang aku selesaikan padahal waktu sudah hampir pukul 12, walau WFH biasanya aku sudah duduk manis setengah hari mengerjakan beberapa tugas. Separuh hari, kubuang dengan cara yang sia-sia.


Adzan berkumandang, memanggil untuk bersiap menghadap Sang Maha Kuasa. Aku melangkahkan kaki. Walau terasa enggan aku selalu mencoba untuk memaksakan memenuhi panggilan-Nya di waktu terbaik.


Sudah sesiang ini, artinya waktu puasa di hari ini tinggal setengah. Lebaranpun tinggal dua hari lagi. Ah, lebaran ini akan sangat jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Bukan hanya karena adanya PSBB dan wabah Corona. Ada hal lain yang lebih membuatku merasa bahwa Lebaran ini jauh berbeda.


Aku mengambil air wudhu. Menggelar sajadah melakukan sholat empat rakaat. Aku sholat, dengan penuh kesungguhan. Sujudku kupersembahkan kepada sang Maha Kuasa, Maha pengatur jagat raya dan semua yang terjadi di dalamnya. Aku benar-benar merasa kecil dan tidak berguna.


Tidak terasa, ada air mata yang terurai, kesedihan menjalar. Aku tidak lagi bisa menahan tangis, sisi kelelakianku ambrol.




Kata-kata Mamaku tentang Ani membuatku menangis hari ini, hari sebelum lebaran, ada kehilangan yang begitu besar dalam hati. Bayangan Ani memenuhi kepalaku.


Teringat perkataanku waktu itu, "Aku talak kamu, dan kita tidak akan bisa lagi bersama.".


Kalimat itu yang membuat aku menjadi begini hari ini. Tentunya kalimat itu pula yang membuat Ani hancur lebur. Ya Tuhan, maafkan lidah ini, maafkan apa yang telah aku ucap.


Terbayang sudah, wajah Ani yang pucat pasi, matanya tidak lagi bersinar, Istriku menangis sepanjang malam karena ulah dan perkataanku. Ani bersimpuh di kakiku, berlutut dan memohon aku menarik kalimat itu. Namun apa daya, kalimat itu bukan lagi kalimat yang Pertama dan Kedua kali, itu adalah yang Ketiga. Dimana kami tidak mungkin rujuk lagi. Aku menyerah pada keadaan, mungkin Tuhan memang sudah tidak mengizinkan kami bersama lagi.


Aku memutuskan meninggalkannya kala itu karena aku pun ingin menjaganya, tak lagi mau menyakitinya.
Ah Ani, sampai saat ini aku masih sangat menyayangimu. Namun apa daya, sudah terlalu sering kita bertengkar bukan?.


Lebaran tahun lalu, kita masih bisa bersama, saling mengunjungi ke sesama saudara. Ani engkau kugandeng dengan bangga, bergamis panjang dan kerudung yang dipadu padan dengan cantiknya. Baju kami pun sama warnanya. Kami selalu percaya bahwa cinta yang kami miliki kuat adanya. Kemudian sesampai dirumah, kitapun berpelukan dan kemudian Ani mencium tanganku sambil meminta maaf atas kesalahannya setahun lalu, akupun begitu. Namun kali ini sudah tidak bisa bersama lagi. Ani di sana dan aku di sini dengan rasa kehilangan yang sama.


"Sudah sahur belum? Makan sama apa buka puasanya? Lekas beli penanak nasi, biar sahur bisa makan nasi hangat!" ujar Ani. Bawelnya tidak pernah hilang. Walaupun sudah tidak bersama lagi, Ani masih sempat mengingatkanku.


Ah, aku rindu saat-saat itu.


Sore hari, jika udara cerah, kami jalan-jalan ngabuburit, mencari penganan untuk takjil. Atau, sesekali istriku mendadak sangat repot dengan bahan masakan yang akan akan dibuatnya, akhirnya aku terpaksa pergi sendirian mencari kolak. Meninggalkannya bertempur di dapur menyelesaikan menu santapan berbuka kami.


Kalau hujan deras, kami akan memilih untuk diam di rumah, memasak apa saja yang ada di kulkas. Hebatnya, Ani selalu bisa membuat makanan enak walau bahan seadanya.


Kini, hujan turun juga, Ani. Namun kita tidak lagi memasak bersama membuat menu berbuka. Ani, kamu sedang apa di sana? Adakah kamu mengingatku seperti aku mengingat semua tentang dirimu?.


Kadang, jika boleh meminta, ingin rasanya kembali ke masa lalu, memperbaiki semuanya. Tidak akan pernah aku sia-siakan dia. Akan aku didik, aku jaga, aku bimbing dengan sepenuh tanggungjawabku. Mungkin kini aku tidak perlu melihatnya susah payah bekerja untuk menafkahi dirinya sendiri.


Ani, sekali lagi, maafkan aku.


Ani, yang kadang keras kepala dengan keinginannya, rasanya ingin aku meminta maaf berkali-kali, jika aku tidak cukup bersabar menjadi pendamping terbaik. Namun aku yakin, dan aku pun merasakan betul, cinta Ani masih begitu besar kepadaku. Aku yakin, tidak akan pernah ada benci dalam hatimu, begitu pula denganku, aku tidak pernah menyimpan dendam padanya.


Hanya saja aku telah mengambil keputusan Ketiga itu.


"Kamu mau aku bantu carikan penggantiku?" ujarnya lewat sebuah pesan WA.


Tanpa sadar, aku pun memintanya mencarikannya, dengan nada yang lapang Ani pun mengiyakan dan siap mencarikan. Ketika aku sadar diri dan mengenang beberapa kejadian yang membuat aku cemburu, hari ini pasti aku telah melukai hatinya.


Ani, maafkan jika aku sudah membuatmu merasakan cemburu dengan bahasan tentang calon istri baruku.


Sajadah sudah kulipat lagi. Aku kembali beranjak ke tempat tidur. Berbaring lagi, melamunkan sosoknya. Takdir tidak bisa berubah begitu saja, apa yang sudah terjadi akan sulit diperbaiki dan terulang kembali. Ani akan tetap menjadi dirinya yang sekarang, dan aku pun akan tetap menjadi diriku yang saat ini masih terus kupelajari.


Ya, aku tidak akan pernah berhenti belajar menerima keadaan diri. Berjuta cara, aku selalu berusaha untuk memperbaiki diri dan tidak mengulang kesalahan yang sama.


Untuk Ani, ada rangkaian doa yang selalu aku panjatkan. Semoga dia mendapatkan pasangan yang jauh lebih baik daripadaku.


Terima kasih, Ani.


Kang Jay


Jika jodoh tak akan ke mana, jika belum jodoh usaha apapun yang dilakukan tak akan membuahkan akhir bahagia.


Seperti kisah pria ini yang sudah bekerja keras menabung untuk menikahi kekasihnya. Ternyata kisah cintanya berakhir pedih.


Perkenalkan pria bernama Azam, pria pada umumnya, lulusan D3 usia 29 tahun bekerja sebagai screenwriter di salah satu stasiun TV swasta. Perkenalannya dengan Rita seorang gadis pegawai swalayan usia 25 tahun karena dikenalkan oleh temannya, "Zam, kamu mau gak aku kenalin ama cewe manis tetangga kosku, baru putus dari pacarnya, anaknya baik lho".


Gayung bersambut, akhirnya Azam dan Rita bertemu di salah satu restoran cepat saji ditemani temannya. Pada pandangan pertama, Azam merasa cocok dan sedikit malu-malu dia membuka percakapan, semua menjadi cair. Kemudian terjadi beberapa pertemuan sepulang kantor bahkan menjelang tengah malam jika Rita mendapat shift malam.


Mereka berdua sudah saling merasa nyaman, Rita menganggap Azam adalah teman curhat yang baik, yah Azam adalah pendengar setia, dalam menyimak curhatannya bahkan kadang kala Azam ikut terbawa emosi.


Hingga akhirnya 2 bulan telah berlalu, pada suatu malam dipertemuan sepulang ngantor, sang gadis seperti terlihat gelisah, lalu dia memberanikan diri menanyakan status hubungan mereka. Azam sebenarnya belum siap menjawab, namun dia akhirnya memberanikan diri 'juga' bilang bahwa dia juga ingin menikah.


Beberapa hari kemudian mereka bertemu kembali, sang gadis menanyakan lagi, "kapan?", Azam pun menjawab untuk beri waktu dia mengumpulkan uang dulu untuk biaya pernikahan yah setahunan. Si gadis sepertinya rasa gusar dan terlihat gak sabar langsung bilang "bagaimana kalau kita tunangan dulu", Azam mengiyakan.


Mulailah perjuangan Azam dalam menabung untuk biaya nikah, mereka masih rajin bertemu sepulang kantor.



Namun nasib berkata lain, setelah empat bulan dia bekerja keras mengumpulkan tabungan pernikahan. Sang kekasih memutuskan hubungan mereka untuk kembali ke mantan pacarnya sebelum dengan dia. Azam sangat bersedih, harapannya bersanding dengan kekasih hatinya telah pupus, uang tabungan yang dia kumpulkan pun hanya bisa dia pegang dan pandangi. Trenyuh.


Kisah diatas sebenarnya sering kita dengar disekitar kita. Sebagai pria saya menganalisa sebenarnya si gadis sudah memberi sinyal yaitu dari gelagat sang gadis meminta menikah segera atau setidaknya tunangan dulu.


Ini memperlihatkan kegalauan dia, antara mantan terindah yang masih dia cintai atau kekasih baru yang 'mungkin' belum dia cintai tapi mungkin bisa menawarkan komitmen menikahinya, namun sayangnya komitmennya lama yaitu satu tahun lagi tanpa dibarengi dengan pertunangan yang dijanjikan. Disisi Azam dimaklumi, mungkin dia tidak tahu situasi itu, mungkin jika diberi tahu, tentu si gadis merasa gak etis memberi tahu, mungkin si Azam menikahinya segera. Pada akhirnya sang gadis berpikir sendiri dan memutuskan kembali ke mantan kekasih hatinya, walau dia sadar si Azam lagi mengumpulkan uang ha ha ha.


Saya akui, wanita suka dengan gercep pria. Tapi kita pria tidak suka gerak cepat kalau urusan nikah. Dipikiran kita pria langsung mikir: gimana biaya nikah, mau dikasih makan apa, bulanan cukup gak, mau tinggal dimana, bagaimana pendapat bapak ibu, sudah yakin belum sebagai calon ibu dari anak-anaknya kelak dll. Coba aja perhatikan mempelai di pelaminan, yang paling ceria siapa. Putri saya saat menikah ceria sekali, sampai keingetan si A si B gak datang ha ha ha. Saya memahami kemurungan suami putri saya, langsung sehari kemudian setelah resepsi saya kasih rumah dan isinya, tapi tetep ya itu hibah diatasnamakan putri saya, dia langsung ceria sampai sekarang. Saya suka heran ama para orang tua yang nahan-nahan warisan, sang anak harus menunggu sampai orang tuanya koit dulu, padahal kan lebih bahagia sebagai orang tua bagi warisan saat kita masih hidup dan melihat mereka bahagia. Bukan memanjakan, namun sampai kapan punya rumah, pun bisa KPR maka mereka harus hemat karena sepertiga uangnya buat bayar KPR, belum cicilan kendaraan, susu anak bahkan ada orang tua yang masih berharap kiriman bulanan.


Saya teringat, pernah suatu waktu 6 tahun lalu berkenalan dengan Janda di AN, itu pertama kali saya kopdar. Dihari pertama kali jumpa itu saya cukup surprise dengan keterbukaan dia, saat kita berdua pindah dari restoran cepat saji ke bioskop, didalam taksi dia berucap mengapa kita tidak langsung ke KUA saja, mungkin itu candaan bagi dia namun bagi saya yang sudah lama sekali tidak pernah nge-date terakhir usia 21 tahun sebelum menikah, itu terdengar seperti tantangan dan sangat menantang. Seharian saya sampai berpikir apa samber aja apa semudah itu. Apa perlu saya besok bareng berangkat ke KUA? Mumpung besok buka kalau sabtu minggu kan tutup ha ha ha. Kalau tutup mosok ke KUD.


Kang Jay


Diusianya yang sudah menginjak tiga puluh lima tahun telah membuat gundah gulana. Apalagi adiknya telah lebih dulu menikah tiga tahun yang lalu.




Sebenarnya secara fisik, Allah telah memberikan anugerah cantik dan juga cerdas, sehingga banyak orang yang mempertanyakan tentang kesendiriannya. Bahkan mereka berpikir dirinya terlalu banyak memilih.


Terkadang dia ingin menangis setiap kali ibundanya melihat dirinya seolah berkata "Kapan kamu menikah anakku?" Hatinya terasa perih. Setiap malam selalu berdoa dan berharap agar segera hadir laki-laki sholeh datang untuk melamarnya.


Bahkan ikhtiarpun telah dilakukan untuk menjemput jodohnya dengan rajin mengikuti majelis ilmu, menjadi pengurus yayasan amil zakat, bershodaqoh ke panti asuhan dan menjadi kakak asuh dari beberapa balita di panti asuhan tersebut. Pekerjaannya sebagai pendidik disalah satu SMP Swasta dijalan Patuha Bandung membuatnya terbiasa dengan anak-anak.


Haripun berlalu begitu cepat. Suatu hari tiba-tiba dirinya merasakan sakit pada perutnya. Mual yang dahsyat, muntah-muntah hebat. Sampai harus ditangani di IGD. Entah apa yang terjadi, langsung tak sadarkan diri. Ketika membuka mata terlihat wajah ibunda, bapak dan adiknya telah berada disampingnya. Terdengar isak tangis, namun kemudian dia tertidur lelap.


Terdengar suara lembut menyapanya, "Sudah bangun Teh?" Dia hanya bisa tersenyum kepada dokter yang merawatnya. Samar-samar sambil berusaha fokus terlihat wajah dokter yang seolah tidak asing. "Sepertinya saya mengenal, dimana ya?" gumamnya terdengar lirih. "Benar, kita memang saling mengenal Teh, saya adalah teman sekolah sewaktu di SMA 5 Bandung.." jawab dokter itu. "Ya Allah," teriaknya dalam hati. Dia ingat, dokter yang merawatnya adalah temannya yang cupu sewaktu duduk dibangku SMA, dia dulu pernah "menembaknya". Menyatakan cinta kepada dirinya dengan menyelipkan surat di bukunya dan semua itu berlalu begitu saja tanpa dia indahkan. Surat cinta yang tak terbalas.




Dengan semangat, dokter itu bercerita tentang dirinya, setamat SMA melanjutkan kuliah di Kedokteran Unpad, lulus sebagai sarjana lalu menyelesaikan koass, lanjut mengabdikan diri di salah satu puskesmas dipedesaan Pendeglang sampai perjalanannya menjadi seorang dokter umum pns di RS Hasan Sadikin Bandung. Saat itu dirinya hampir menyelesaikan pendidikan spesialis bedah vaskular di Unpad, sebelumnya dia sudah mendapat gelar MARS yang ilmunya dia manfaatkan sebagai kepala instalasi gawat darurat. Sang gadis juga menceritakan perjalanan hidupnya dan keluarganya. Seperti tak mau kalah, sang dokter juga bercerita banyak tentang keluarganya, ibunya meninggal saat masih kuliah yang membuatnya sempat down, ayahnya sakit-sakitan tinggal dirumah adiknya seorang arsitek lajang, dan kakak-kakaknya yang telah sukses dan tinggal dirantau.


Dia juga bercerita tentang kekagumannya dulu pada sang gadis, hal ini membuat sang gadis tersipu malu sambil merasa bersalah mengapa dulu begitu tidak peka dan dengan mudah mengabaikannya. Perlahan komunikasi keduanya terjalin lebih dekat. Sebagai seorang dokter umum yang mengawasi kesehatan pasiennya membuat banyak waktu untuk berbincang. Keduanya saling menaruh hati seolah sudah saling mengetahui isi hatinya. Menceritakan masa SMA dari dua sudut pandang yang berbeda namun memiliki kesamaan waktu dan lokasi. Menggidik bersama saat membahas hantu Nancy di jendela SMA 5.


Seminggu di RS tibalah waktu sang gadis pulang. Dokter yang merawatnya itu tidak tinggal diam, beberapa hari kemudian dia datang bertamu dan bertemu dengan orang tua sang gadis di rumahnya daerah Lengkong Kecil. Tiap malam minggu dokter itu selalu datang, tidak sampai sebulan, dokter itu mendadak bilang ingin melamar. Dengan mantap dia bilang akan membahagiakan gadis itu, bahkan jauh sebelumnya dia telah memendam rasa cinta. Orang tua sang gadis pun sujud syukur, demikian indah kuasa Allah mempertemukan jodoh anaknya disaat tak terduga.


Pernikahan dilangsungkan dengan sederhana dengan adat sunda yang kental di gedung Seskoad, menyebar sekitar 250 undangan. Saya suka dengan mobil moris mini sang dokter yang dipakainya sebagai mobil pengantin:



Sang gadis sangat bersyukur telah mendapat jodoh yang diidam-idamkannya, sosok laki-laki yang insya Allah akan membuat hidupnya bahagia.


"Ya Allah, aku bersyukur pada-Mu telah memberikan aku kesabaran untuk bertemu dengan belahan jiwaku. Ternyata sakitku membawa keberkahan yang mempertemukan aku dengan jodohku. Alhamdulillah, Terima kasih Ya Allah atas semua takdir-Mu."


Air matanya bergulir membasahi pipinya bersyukur bertemu dengan jodohnya yang tak diduga.


Kang Jay

Pages: « Previous ... 19 20 21 22 23 ... Next »
advertisement
Password protected photo
Password protected photo
Password protected photo