Indonesia. Internet dapat diakses dengan mudah termasuk melalui perangkat handphone dan aneka gadget pintar lainnya. Kemudahan berkomunikasi dengan dunia luar mendatangkan ancaman penipuan online yang semakin meningkat. Salah satunya melalui modus pertemanan atau kencan online.
Roby, lajang 32 tahun, seorang karyawan suatu perusahaan terkemuka di bilangan Sudirman, Jakarta. Beberapa minggu yang lalu tanpa sengaja ia berkenalan seorang makhluk manis bernama Bianca, asal Italy lewat facebook. Mereka cepat menjadi akrab dan sering bertukar foto, cerita termasuk hal-hal pribadi. Sesekali mereka bertemu secara live lewat video Skype.
Roby pun tak keberatan membelikan beberapa hadiah kecil buat si kenalan barunya. Sepertinya Bianca menyukai Roby dan ingin segera ke Indonesia. Bianca menceritakan bagaimana kerinduannya menikmati eksotika Indonesia…menelusuri pulau Bali berdua dengan Roby. Hal-hal ini diungkapkan berulang-ulang sehingga Roby pun tak keberatan mengirimkan sejumlah uang untuk biaya tiket pesawat Bianca ke Bali. Mereka akan menghabiskan beberapa hari bersama di sana. Roby pun telah memesan hotel sesuai tanggal rencana kedatangan Bianca.
Apa daya, Bianca tak kunjung datang. Roby hanya bisa menyesali kekonyolan dan kebodohannya. Ia pun hanya menceritakan kisah ini agar kejadian yang sama tidak menimpa orang lain.
Kisah Shinta sedikit berbeda. Ia berkenalan dengan seorang pria Australia juga lewat email yang nyasar ke inbox-nya. Sebagaimana banyak wanita Indonesia yang senang dengan wajah bule, Shinta girang dengan perhatian Andrew yang sering menyapanya secara romantis lewat email ataupun facebook. Walaupun pacaran jarak jauh, Shinta sangat bahagia seolah ia selalu berdekatan dengan Andrew. Entah berapa forto Andrew yang dikoleksinya.
REPORT THIS AD
Kebahagiaan Shinta semakin memuncak ketika Andrew berencana untuk datang menemui keluarga Shinta langsung. Mungkin ia akan melamarku, pikir Shinta berbunga-bunga. Kira-kira 2 minggu sebelum rencana kedatangannya Andrew memberi kabar bahwa ia mengirim suatu paket special untuk Shinta, langsung dari kotanya, Sidney. Paket tersebut akan tiba dalam 2 hari.
Benar saja, besoknya Shinta mendapat bukti pengiriman ‘Special Package’ lewat email. Dalam bukti pengiriman tersebut terlihat detail paket berupa berat lebih 100kg. Shinta bertanya-tanya, apa gerangan yang dikirimkan Andrew seberat itu. Dalam email yang menyertai bukti pengiriman tersebut disampaikan bahwa paket telah berada di Sidney dan akan segera dikirim setela Shinta mengirimkan uang sejumlah $700 (sekitar Rp 7 juta) ke perusahaan pengiriman barang tersebut. Metode pengiriman uang disampaikan lewat email yaitu melalui Western Union dengan kode tertentu.
Shinta yang tidak pernah menggunakan Western Union, segera meminta bantuan Desy, temannya, untuk mengirimkan sejumlah uang ke ‘perusahaam pengiriman’ tersebut. Beruntung rekan Shinta sedikit paham tentang apa yang terjadi.
“Jika kamu mendapat kiriman dari luar negeri, mestinya kamu gak perlu bayar apa-apa ke luar negeri dong. Kan semua sudah dibayar oleh pengirim di sana,” kata Desy. “Kalaupun ada yang harus dibayar, biasanya pajak atau bea masuk sesuai aturan Indonesia. dan dibayarkannya ke perusahaan di Indonesia atau Kantor Bea Cukai.”
Awalnya Shinta sulit diyakinkan bahwa ia kemungkinan ditipu. Ia merasa yakin Andrew adalah pria idamannya, pria yang baik dan tidak mugnkin menipunya. Di hari kedua ketika ia tidak juga menerima paket yang dijanjikan, ia mencoba menghubungi Andrew. Ia pun membaca artikel: Tipuan Pengiriman Paket dari Luar Negeri. Ketika Shinta mencoba mengkonfirmasi, Andrew tiba-tiba hilang kontak dari Facebook. Ia tidak juga membalas email. Shintabarulah sadar bahwa ia hampir menjadi korban penipuan online.
REPORT THIS AD
Apa yang dialami Roby dan Shinta di atas hanyalah dua di antara begitu banyak cerita korban romansa online. Para penipu dapat menggunakan cara apapun untuk mendapatkan korban. Selain berpotensi kehilangan harta benda, para korban bisa saja kehilangan nyawa akibat romansa online.
Jette Jacobs, perempuan asal Australia Barat, merupakan satu diantara banyak korban kencan online yang diekspos media. Awalnya Jette berkenalan dengan seorang pria melalui internet. hubungan online mereka begitu akrab. Sang pacar pun pernah mengunjunginya, sehingga Jette semakin yakin. Ia pun tanpa sadar telah mengirimkan lebih $80.000 (lebih Rp800 juta) kepada si pacar. Suatu ketika Jette memutuskan untuk mengunjungi sang pacar ke negaranya. Rupanya itulah perjalanan terakhir Jette. Sehari setelah tiba di negara tersebut, ia ditemukan sudah tak bernyawa di hotelnya. Pelaku kejahatan tersebut tidak ketahuan sampai saat ini.
Pertemanan online, juga berpotensi menjerat para korban menjadi pelaku kejahatan seperti menyelundupkan uang, narkoba,dan barang berbahaya lainnya, tanpa disadarinya.
Sharon Amstrong, seorang warga Selandia Baru, memutuskan untuk menemui pacar online-nya di Argentina. Dalam salah satu penerbangan mereka di Argentina, Sharon ditangkap karena dialah yang menjinjing kopor yang di dalamnya ditemukan narkoba. Narkoba tersebut diselipkan sang pacar tanpa sepengetahuan Sharon. Kisah cinta Sharon pun berakhir di penjara kelam Argentina.
Kasus-kasus di atas, bukan tidak mungkin juga sangat marak di Indonesia. Bisa jadi karena ketidaktahuan, kurangnya sosialisasi serta ketidakhatihatian dalam menjalin pertemanan. Media sosial seperti facebook dan email memang kerap menjadi media yang paling mudah (baca juga: Aneka Penipuan Facebook). Lewat email para penipu seperti mengirimkanemail spam yang sering digunakan juga untuk tipuan Nigeria, demi menjerat korban.
REPORT THIS AD
Bagaimanapun modusnya, perlu Anda ketahui bahwa:
Tips Menghindari Penipuan Lewat Pertemanan Online:
Menurut pendapat ku gini, kalo emang kamu laki-laki lebih baik jangan mencintai perempuan dalam diam. Kecuali kalo itu perempuan udah punya pasangan dan berkeluarga, maka mendingan sih emang dikubur aja tuh cinta, jangan jadi orang ketiga atau perusak hubungan rumah tangga orang.
Kalo kamu emang laki-laki jangan hanya mencintai perempuan dalam diam, sebab yang namanya dalam diam tidak ada upaya mengupayakan. Tidak ada keberanian dalam mewujudkan.
Cinta dalam diam itu hanya untuk mereka yang ragu, hanya untuk mereka yang semu.
Maaf ya, bukan maksudku untuk meremehkan laki-laki yang lebih memilih mencintai dalam diam. Tapi bagiku, bahasa diam adalah bahasa menunggu.
Apalagi untuk seorang laki-laki, jelas bahasa diamnya adalah bahasa ragu.
Jadi kalo kalian itu laki-laki, JANGAN MENCINTAI DALAM DIAM SAJA!
CINTAILAH SEORANG PEREMPUAN DENGAN SEBUAH TINDAKAN.
Karena yang namanya cinta yang baik itu bukan cuma bersedia, tapi juga bersetia.
Cinta juga bukan cuma soal tubuh dan butuh, tapi juga soal betah dan tabah.
Cinta itu juga saling menuntun, bukan saling menuntut.
Jangan terus-terusan cuma berbenah diri, yang namanya cinta juga butuh berbenih hati.
Jangan cuma mau dikuatkan, itu mah urusan mengawani. Lebih asyik ya di KUA kan, urusannya sampai mengawini.
Nyatanya nihil.
Gak ada usaha, untuk suatu pembuktian. Ketemuan utamanya!
Beberapa kali kami chat di WA (itupun selalu aku yang ngechat duluan dan dia seperti ga punya inisiatif buat komunikasi telpon atau sms nanya kabar) ngebahas soal kepastian keseriusan dia tanpa bermaksud memaksa, tapi jawabannya sibuk kerja, belum ada waktu. OKe, fix! Aku maklumi, lebih tepat berusaha ngertiin.
Tapi akhir-akhir ini aku mikir(setelah 2 bulan aku sengaja menghilang pengin tau dia merasa kehilangan atau gak, paling ga sms kek tanyain aku lah tapi nyatanya dia blass gak peka)arah ta'aruf ini sebenarnya kemana ya?!.
Kok aku merasa, cuma aku aja yang punya inisiatif soal komunikasi sementara dia entah. Aku merasa, aku gak bisa memahami jalan pikiran dia gimana.
Kamu dan aku sama-sama kerja, kita tau sesibuk apapun kalo emang menurutmu aku penting dalam hidupmu ya kamu pasti akan ngehubungi aku. Basa-basi telpon, ngobrol nanyain kabar paling gak seminggu dua kali kek, gak nuntut aku harus tiap hari chat kirim kabar. Tapi ini sama sekali gak. Kamu bahkan lebih pasif dari yang aku sangka. Disini aku mulai ragu.
Apa iya kita ini 'sama-sama'?
Apa sih makna sama-sama buat kamu?
Karena kalo aku nih memaknai "sama-sama" sebagai berikut:
kalo aku kenapa, aku pasti cerita. Kamu kenapa, sini cerita, kita sharing gitu lho; kalo aku bisa bantu, ya aku akan bantu. Kalo kamu kenapa aku gak tau, kamu naroh beban sendirian, aku buat apa bertahan selama ini sama kamu?
Hubungan dua orang manusia yang berbeda gender ini haruse sih timbal balik. Bukan timbalnya doang tapi ga dibalikin. Kalo aku nyaman, ku juga pengin kamu ngerasain hal yang sama. Kalo komunikasi sepihak kayak gini, dan kamu ngerasa gabisa luangin waktu buat ketemu orangtuaku, ya udah buat apa "sama-sama"?! Karena kayaknya kita udah gak sevisi.
Kamu lagi kenapa, aku gak tahu, karena kamu jarang ngomong terbuka soal diri kamu ke aku. Kamu lagi ngerasain apa, I have no Idea. Aku jujur ga tahu perasaaan kamu sekarang itu gimana. Kamu juga gak ada inisiatif buat cerita, padahal kamu tahu nomor teleponku.
Ini yang buat aku mikir ulang, apa cuma aku sendiri yang antusias sementara kamunya selow gampangin gitu aja. Buat apa sama-sama tapi aku merasa kita udah ngga "sama-sama"?
... more
Pesan gak dibalas ,,,gak apa apa juga
Video call diabaikan ,,,ok aja
Ga dapet no kontak ,,,gak apa apa kok
Saya percaya dgn intuisi kamu sama spt saya percaya dgn intuisi saya , just be urself
Semoga semua di sini bisa segera bertemu dengan soulmatenya, yang punya keyakinan sama, karakternya cocok, dan bukan pasangan yang menyakiti tapi justru mendukung dan meneduhkan, teman hidup sampai tua, teman diskusi, teman berbagi, teman bermain dan be-la-jar....B..O..B..O...bobo..wqwq